JAKARTA – Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa menyatakan akan mendorong pertumbuhan ekonomi 6%-7% agar gejolak sosial akibat ketidakpuasan publik tidak terjadi seperti gelombang demonstrasi beberapa waktu lalu. Purbaya menyebut target itu akan membuat masyarakat lebih fokus mencari pekerjaan dan menikmati hasil ekonomi daripada berdemo.
Purbaya, yang dilantik Presiden Prabowo Subianto menggantikan Sri Mulyani Indrawati pada Senin (8/9), berjanji akan mengoptimalkan instrumen fiskal yang ada tanpa merombak kebijakan pendahulunya, termasuk mempercepat belanja pemerintah yang dianggap lambat dalam dua triwulan terakhir.
Namun, pengamat ekonomi menilai pernyataan Purbaya menyederhanakan masalah. Direktur Riset Bright Institute, Muhammad Andri Perdana, menyebut Purbaya belum sepenuhnya memahami keresahan masyarakat, sementara ekonom CORE Indonesia, Hendri Saparini, mengingatkan risiko utang negara yang membebani belanja sosial jika terus ditambah. Postur RAPBN 2026 menunjukkan defisit Rp638,8 triliun dengan rencana utang baru Rp781,9 triliun, yang berpotensi menaikkan beban bunga utang hingga Rp600 triliun atau 19% dari total belanja.
Selain itu, ketidakadilan fiskal masih menjadi pekerjaan rumah. Pemangkasan belanja kementerian dan dana Transfer Ke Daerah (TKD) berimbas pada PHK, pengurangan dana pendidikan, dan kenaikan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) di 104 daerah. Andri menekankan pentingnya mengejar wajib pajak kaya dan bandel agar penerimaan negara stabil, misalnya dengan pajak kekayaan 1%-2% dari 50 orang terkaya yang bisa menyumbang Rp80 triliun per tahun.
Hendri menambahkan, Menteri Purbaya harus berdiskusi jujur dengan Presiden Prabowo mengenai masalah ekonomi dan ketidakadilan fiskal, serta merancang kebijakan yang tidak menimbulkan gejolak sosial, seperti integrasi program Makan Bergizi Gratis (MBG) dengan UMKM dan lembaga internasional untuk mendorong pertumbuhan ekonomi inklusif.
Dalam pidato serah terima jabatan, Purbaya menekankan penyusunan RAPBN 2026 akan disiplin, menjaga kesehatan fiskal, dan berpihak pada rakyat. Ia juga meminta maaf atas pernyataannya yang menyebut tuntutan publik ’17+8′ sebagai suara sebagian kecil rakyat dan berjanji memulihkan kondisi ekonomi dengan menciptakan lapangan kerja. []
Putri Aulia Maharani