JAKARTA – Kebijakan hilirisasi di sektor mineral dan batu bara kembali menjadi sorotan dalam rapat kerja antara Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa dan Komisi XI DPR RI di Jakarta, Senin (08/12/2025). Dalam kesempatan itu, Purbaya memaparkan perkembangan terbaru implementasi hilirisasi yang menurutnya mulai menunjukkan perubahan nyata dalam struktur perekonomian nasional.
Menurut Purbaya, pergeseran kontribusi antara sektor hulu dan sektor industri pengolahan kini semakin terlihat. Ia menjelaskan bahwa aktivitas tambang minerba mengalami tren penurunan kontribusi terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) dalam empat tahun terakhir. Meski masih menjadi salah satu tulang punggung ekonomi, kontribusinya tercatat menyusut dari Rp 1.805,8 triliun pada 2022 menjadi Rp 1.500,4 triliun pada 2024. Pemerintah memperkirakan angka tersebut bergerak ke kisaran Rp 1.613,1 triliun hingga akhir 2025.
“Kontribusi pertambangan minerba terhadap PDB menurun,” kata Purbaya dalam rapat tersebut. Ia menekankan bahwa tren ini bukan berarti sektor tambang melemah, melainkan menegaskan adanya perubahan arah industrialisasi yang telah didorong pemerintah beberapa tahun terakhir.
Sebaliknya, sektor industri pengolahan logam dasar yang menjadi ujung tombak hilirisasi tampak bergerak ke arah yang lebih positif. Purbaya menyebut kontribusinya justru meningkat signifikan dalam periode yang sama. Pada 2020, nilai tambah industri ini tercatat Rp 168 triliun. Angka itu terus naik hingga menembus Rp 226,4 triliun pada 2024. Pemerintah bahkan memproyeksikan nilai tambahnya mencapai Rp 243,4 triliun di akhir 2025, atau sekitar 1% dari total PDB nasional tahun depan.
“Hal ini menggambarkan pergeseran struktur dominasi hulu ke hilirisasi nilai tambah lebih tinggi,” ujar Purbaya menegaskan. Ia menyebut perkembangan ini sebagai bukti bahwa kebijakan hilirisasi mulai memberikan hasil konkret, terutama dalam menciptakan nilai tambah ekonomi serta mengurangi ketergantungan terhadap ekspor bahan mentah.
Dalam rapat tersebut, Purbaya juga menanggapi sejumlah masukan terkait ekosistem industri nasional, termasuk permintaan keringanan pajak bagi BUMN yang disampaikan sejumlah pihak. Namun, ia menekankan bahwa setiap kebijakan fiskal harus tetap memperhatikan keberlanjutan anggaran negara.
Meningkatnya kinerja sektor industri pengolahan dinilai pemerintah sebagai momentum untuk memperbaiki struktur ekonomi Indonesia dalam jangka panjang. Meski demikian, sejumlah tantangan dalam pengembangan industri hilir mulai dari kesiapan infrastruktur, daya saing global, hingga kebutuhan investasi besar masih menjadi pekerjaan rumah bersama.
Pemerintah menyatakan akan melanjutkan langkah konsolidasi kebijakan, termasuk memberikan kepastian regulasi dan dukungan fiskal yang terarah, guna memastikan hilirisasi tidak berhenti sebagai slogan, melainkan menjadi transformasi struktural yang benar-benar dirasakan masyarakat dan dunia usaha. []
Diyan Febriana Citra.

