JAKARTA – Keputusan pemerintah memangkas anggaran transfer ke daerah (TKD) pada tahun anggaran mendatang kembali menjadi sorotan. Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa menjelaskan bahwa langkah keras itu ditempuh bukan semata karena efisiensi fiskal, tetapi juga sebagai sinyal kuat agar pemerintah daerah memperbaiki tata kelola anggaran. Menurutnya, pemotongan anggaran hingga 24 persen dilakukan setelah pemerintah pusat menilai masih banyak praktik penyelewengan dan penggunaan belanja daerah yang tidak selaras dengan tujuan pembangunan.
Purbaya mengatakan bahwa sebelum keputusan final ditetapkan, ia telah melakukan dialog dengan seluruh bupati dan wali kota. Namun, ia menilai para kepala daerah tidak mampu memberikan alasan memadai untuk mempertahankan alokasi TKD seperti tahun sebelumnya.
“Banyak uang yang dikorupsi oleh pemerintah daerah. Karena itu, tidak aneh kalau anggaran transfer daerah dipotong sebesar itu. Pemimpin tertinggi sudah tidak percaya dengan daerah,” ujarnya dalam Rapimnas Kadin di Grand Hyatt, Senin (01/12/2025).
Pernyataan tersebut menandai sikap pemerintah pusat yang ingin mendorong daerah agar lebih bertanggung jawab dalam pengelolaan anggaran. Di sisi lain, Purbaya mengaku tidak menutup peluang mengusulkan pemulihan anggaran kepada Presiden Prabowo Subianto. Ia menegaskan bahwa kenaikan TKD tetap memungkinkan apabila pemerintah daerah mampu menunjukkan peningkatan kualitas belanja dalam beberapa bulan ke depan.
Menurut Purbaya, indikator utama yang akan dipakai untuk menilai komitmen daerah adalah realisasi belanja APBD pada periode Oktober 2025 hingga Maret 2026. Data Kementerian Keuangan hingga bulan lalu menunjukkan serapan belanja daerah baru mencapai 63,78 persen atau Rp 902,73 triliun. Dari angka itu, belanja modal justru menjadi yang paling rendah, hanya 41,47 persen atau Rp 88,322 triliun dari pagu Rp 212,97 triliun.
Purbaya menekankan bahwa disiplin belanja tidak hanya menyangkut besarnya anggaran yang digunakan, tetapi juga bagaimana hasil belanja tersebut berdampak terhadap pertumbuhan ekonomi dan layanan publik. Ia menegaskan kembali, “Kalau pada kuartal terakhir tahun ini sampai kuartal pertama tahun depan belanja tepat sasaran, tidak dikorupsi, dan berdampak ke ekonomi, saya akan bilang ke Presiden bahwa pemda sudah disiplin. Anggaran TKD bisa kembali naik.”
Dalam RAPBN 2026, pemerintah menetapkan TKD sebesar Rp 650 triliun. Angka ini turun 24,8 persen dibandingkan APBN 2025 yang mematok Rp 848,52 triliun. Pemangkasan tersebut menjadi salah satu kebijakan fiskal paling signifikan dan diperkirakan akan memengaruhi banyak sektor pelayanan publik di daerah. Namun pemerintah pusat berharap tekanan anggaran ini justru mendorong daerah memperbaiki tata kelola keuangan agar lebih transparan dan efektif. []
Diyan Febriana Citra.

