JAKARTA – Seruan dukungan terhadap industri baja dalam negeri kembali menggema. Ratusan buruh yang tergabung dalam Indonesia Society of Steel Construction (ISSC) menggelar aksi damai di depan Kantor Pusat Bea Cukai, Jalan Ahmad Yani, Rawamangun, Jakarta Timur, pada Selasa (28/10/2025). Mereka menuntut pemerintah menghentikan impor produk konstruksi baja yang dinilai merugikan tenaga kerja dan produsen dalam negeri.
Sejak pukul 08.00 WIB, massa mulai berdatangan menggunakan bus dari berbagai daerah industri. Dengan mengenakan helm proyek dan rompi keselamatan, mereka berdiri rapi di sepanjang trotoar depan gedung Bea Cukai. Di tangan mereka terbentang sejumlah spanduk besar bertuliskan pesan tegas: “Stop Impor Konstruksi Baja!”
Dari pengeras suara, yel-yel perjuangan bergema lantang. “Stop impor konstruksi baja!” teriak massa berulang kali, disambung nyanyian “Maju Tak Gentar” yang menambah semangat peserta aksi.
Salah satu koordinator lapangan menegaskan, aksi ini bukan sekadar bentuk protes, tetapi juga panggilan agar pemerintah memberi perhatian terhadap kualitas sumber daya manusia di sektor baja nasional.
“Hari ini kita bersama-sama menyuarakan agar pemerintah memerhatikan bahwa kualitas kami masih layak diacungi jempol, tidak harus dari impor,” ujarnya lantang melalui pengeras suara.
Ia menilai, impor berlebihan terhadap produk baja asing dapat menekan produksi lokal dan mengancam kelangsungan lapangan kerja ribuan pekerja. Para buruh berharap kebijakan industri dapat lebih berpihak pada produsen domestik, sejalan dengan semangat kemandirian ekonomi nasional.
Meski berlangsung dengan semangat tinggi, aksi ini tetap tertib dan damai. Aparat kepolisian terlihat berjaga di sepanjang bahu jalan untuk menjaga keamanan dan memastikan arus lalu lintas tetap lancar. Berdasarkan pantauan di lapangan, kondisi lalu lintas di Jalan Ahmad Yani tetap ramai lancar meski massa aksi terus berdatangan.
Para buruh juga menyampaikan aspirasi secara simbolis kepada perwakilan Bea Cukai, meminta agar kebijakan impor baja dievaluasi dengan mempertimbangkan kemampuan industri dalam negeri yang dinilai masih kompetitif.
Aksi ini menjadi salah satu bentuk tekanan moral kepada pemerintah untuk menyeimbangkan antara kebutuhan pembangunan nasional dengan perlindungan terhadap industri baja lokal yang menjadi tulang punggung infrastruktur Indonesia. []
Diyan Febriana Citra.

