JAKARTA – Badan Intelijen Korea Selatan (Korsel), NIS, kembali mengungkap fakta baru terkait penerjunan tentara Korea Utara (Korut) di medan perang Rusia-Ukraina di wilayah Kursk. Pembaruan ini disampaikan oleh salah satu anggota parlemen Korsel, Lee Seong Kweun pada Kamis (19/12/2024). Dalam pernyataannya, Lee yang mengutip sebuah laporan NIS menyebut setidaknya 100 tentara yang dikerahkan Pyongyang untuk membantu Rusia melawan Ukraina di Kursk tewas. Selain itu, ada 1.000 personel Pyongyang yang terluka dalam peperangan di wilayah itu.
“Kerugian besar tersebut disebabkan oleh kurangnya pengalaman pasukan Korut dalam peperangan pesawat tak berawak dan kurangnya pengetahuan tentang medan terbuka tempat mereka mengambil bagian dalam pertempuran,” kata Lee kepada wartawan dikutip Reuters. Sebagaimana dilansir dari, CNBC Indonesia
Lee menambahkan bahwa ada indikasi bahwa Korut tengah mempersiapkan pengerahan pasukan tambahan. Ini terjadi setelah pemimpin Korut Kim Jong Un memantau pelatihan tentaranya yang akan dikirim ke Kursk.
Sebelumnya, Korut mengirimkan pasukan untuk membantu Rusia mengusir Ukraina yang menguasai Kursk. Hal ini terjadi setelah Moskow dan Pyongyang menekan perjanjian militer yang mewajibkan keduanya saling melindungi antara satu dengan yang lain.
Kursk sendiri merupakan wilayah Rusia yang dicaplok oleh Ukraina Agustus lalu. Ini merupakan langkah Kyiv untuk menahan serta memecah konsentrasi Moskow yang telah menyerang Timur negara itu sejak Februari
Sementara itu, laporan penerjunan pasukan Korut ini juga telah menjadi sorotan Amerika Serikat (AS), sekutu Korsel yang juga menjadi penyokong utama Kyiv. Baik Washington dan Kyiv mengklaim bahwa kerugian Korut sangat besar dan Rusia telah menggunakan mereka dalam jumlah besar dalam serangan di Kursk.
Menurut pejabat AS, lebih dari 10.000 tentara Korut telah dikerahkan untuk membantu Rusia dalam perang tersebut. Pyongyang juga telah mengirim lebih dari 10.000 kontainer berisi peluru artileri, roket anti-tank, serta howitzer mekanis dan peluncur roket.
Baik Korut maupun Rusia belum secara resmi mengakui pengerahan pasukan atau pasokan senjata tersebut. Namun Kamis lalu, Korut mengatakan aliansi militernya dengan Rusia terbukti ‘sangat efektif’ dalam menghalangi AS. Meski begitu, Pyongyang tidak menyebutkan keterlibatannya dalam perang di Ukraina.
Dalam sebuah pernyataan oleh juru bicara kementerian luar negeri yang tidak disebutkan namanya, Korut kemudian menyalahkan Washington dan sekutu-sekutunya karena memperpanjang perang Ukraina dan mengganggu situasi keamanan di Eropa dan Asia-Pasifik.
“Hal itu terjadi karena tindakan sesat AS dan Barat yang terus-menerus menjalankan kebijakan militer mereka yang merusak struktur, berorientasi pada hegemoni, dan penuh petualangan,” katanya. []
Putri Aulia Maharani