JAKARTA – Revisi Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara (BUMN) atau yang dikenal sebagai Revisi UU BUMN, resmi melangkah ke tahap pembahasan tingkat II setelah mendapat persetujuan tahap I dari Komisi VI DPR pada Jumat (26/09/2025). Keputusan ini membuka babak baru dalam upaya pembaruan regulasi yang memayungi perusahaan pelat merah di Indonesia.
Ketua Komisi VI DPR, Anggia Erma Rini, mengajukan pertanyaan dalam rapat kerja, “Apakah Rancangan Undang-Undang tentang Perubahan Keempat atas UU Nomor 19 Tahun 2003 tentang BUMN dapat disetujui untuk dibawa pada pembicaraan tingkat II di Rapat Paripurna DPR?” Seluruh delapan fraksi di komisi tersebut secara serempak menyatakan persetujuan.
Revisi UU BUMN ini memuat sejumlah poin substansial yang berpotensi mengubah wajah pengelolaan perusahaan negara, antara lain pembentukan Badan Pengaturan BUMN (BP BUMN) sebagai entitas yang diberi kewenangan untuk mengelola peran strategis BUMN. BP BUMN akan diberi mandat mengoptimalkan peran perusahaan negara, termasuk mengelola dividen saham seri A dwiwarna dengan persetujuan presiden.
Salah satu perubahan signifikan adalah pelarangan rangkap jabatan bagi menteri dan wakil menteri di direksi, komisaris, maupun dewan pengawas BUMN, sesuai Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 120/PUU-XXIII/2025. Selain itu, revisi ini menghapus ketentuan yang menyatakan direksi dan komisaris BUMN bukan penyelenggara negara, memperkuat posisi akuntabilitas dan transparansi.
Pemerintah dan DPR juga menekankan pentingnya kesetaraan gender di jajaran BUMN, termasuk di posisi direksi, komisaris, dan manajerial, yang diatur secara eksplisit dalam revisi ini. Selain itu, revisi UU BUMN juga mengatur mekanisme perpajakan atas transaksi yang melibatkan holding operasional, holding investasi, maupun pihak ketiga, serta pengaturan masa transisi larangan rangkap jabatan.
Langkah ini tidak hanya penting secara hukum, tetapi juga memiliki dampak ekonomi strategis. Dengan pembentukan BP BUMN, diharapkan pengelolaan perusahaan negara menjadi lebih terarah, efisien, dan berorientasi pada kepentingan publik, sekaligus menjaga kedaulatan ekonomi nasional.
Anggia menegaskan, persetujuan tahap I adalah tonggak penting sebelum revisi UU BUMN dibawa ke pembicaraan tingkat II pada sidang paripurna DPR.
“Demikianlah laporan hasil Panja RUU BUMN untuk diberikan persetujuan dalam forum pembicaraan tingkat I, agar dapat dilanjutkan ke pembahasan tingkat II atau pengambilan keputusan di paripurna mendatang,” ujarnya.
Revisi UU BUMN ini diprediksi akan menjadi sorotan publik, mengingat dampaknya terhadap tata kelola perusahaan negara, integritas birokrasi, dan arah pengelolaan aset strategis Indonesia ke depan. []
Diyan Febriana Citra.