ATHENA – Yunani kembali diguncang gelombang protes besar setelah ribuan pekerja dari berbagai sektor menolak rencana pemerintah memperpanjang jam kerja hingga 13 jam per hari. Aksi mogok nasional selama 24 jam pada Rabu (01/10/2025) ini praktis melumpuhkan aktivitas di sejumlah kota besar, terutama Athena dan Thessaloniki.
Transportasi publik menjadi sektor yang paling terdampak. Layanan kereta api dan feri terhenti, sementara jaringan transportasi di ibu kota juga terganggu parah. Tidak hanya pekerja transportasi, para guru, tenaga kesehatan, hingga pegawai negeri sipil ikut turun ke jalan. Mereka menilai kebijakan yang diusulkan pemerintah akan merusak keseimbangan hidup masyarakat pekerja.
Sejumlah demonstrasi serentak juga digelar di berbagai kota lain. Notis Skouras, anggota serikat pekerja penata rambut, menegaskan bahwa kebijakan tersebut akan menghilangkan privasi pekerja.
“Dengan rencana undang-undang (RUU) ini, para pekerja tidak akan lagi memiliki privasi, dan untuk apa? Untuk memuaskan para pengusaha dan meningkatkan keuntungan mereka,” ujarnya kepada AFP.
Menurut laporan kepolisian, sedikitnya 8.000 orang mengikuti aksi di Athena dan Thessaloniki. Sementara itu, serikat pekerja besar seperti GSEE dan ADEDY menyatakan bahwa jam kerja panjang berisiko pada kesehatan serta keselamatan pekerja. Mereka menilai, kebijakan tersebut justru membawa Yunani mundur dengan memperlemah hak-hak buruh.
Kritik lebih keras datang dari serikat pekerja pro-komunis PAME. Mereka menuduh pemerintah tengah berusaha menerapkan perbudakan modern di tempat kerja. Panagiotis Gakas, perwakilan serikat pekerja konstruksi, mengingatkan bahwa banyak kecelakaan kerja justru terjadi pada saat lembur. “Serikat mencatat 20 kecelakaan kerja fatal di sektor kami,” ungkapnya.
Namun, pemerintah bersikukuh bahwa langkah ini bersifat fleksibel dan tidak wajib. Perdana Menteri Yunani, Kyriakos Mitsotakis, menegaskan bahwa aturan ini memberikan pilihan bagi para pekerja yang ingin menambah penghasilan. “Kami menjamin kebebasan memilih bagi pemberi kerja dan karyawan. Mengapa itu antisosial?” ucapnya.
Menteri Ketenagakerjaan Yunani, Niki Kerameus, menambahkan bahwa aturan tersebut hanya berlaku maksimal 37 hari dalam setahun. “Ini adalah ketentuan berlaku hingga 37 hari per tahun hanya dengan persetujuan karyawan dan dengan kenaikan gaji sebesar 40 persen,” katanya kepada Mega TV.
Meski begitu, gelombang protes menunjukkan bahwa mayoritas pekerja masih meragukan niat baik pemerintah. Mereka khawatir peraturan ini membuka jalan bagi praktik eksploitasi dengan dalih pilihan sukarela. Situasi di Yunani kini memperlihatkan jurang perbedaan tajam antara visi pemerintah dalam mengejar produktivitas ekonomi dan aspirasi pekerja yang menuntut hak atas waktu istirahat, kesehatan, dan kehidupan pribadi yang lebih layak. []
Diyan Febriana Citra.