RKUHAP Bahas Etika Hakim, Muncul Usulan Sumpah Sebelum Putusan

RKUHAP Bahas Etika Hakim, Muncul Usulan Sumpah Sebelum Putusan

Bagikan:

JAKARTA — Dorongan untuk memperkuat etika dan transparansi dalam proses peradilan kembali mengemuka dalam pembahasan Rancangan Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RKUHAP). Dalam rapat dengar pendapat umum (RDPU) bersama Komisi III DPR RI, sejumlah praktisi hukum mengusulkan agar hakim diwajibkan mengucapkan sumpah sebelum membacakan putusan.

Usulan tersebut disampaikan oleh Windu Wijaya, advokat dari Forum Advokat Pembaharuan Hukum Acara Pidana, dalam rapat di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (10/11/2025). Ia menilai, perlu ada penguatan norma etik dan spiritual yang dapat menjadi pengingat bagi hakim dalam menjalankan tugasnya, terutama ketika memutus perkara yang menyangkut nasib seseorang.

“Kami juga memandang perlu adanya penguatan norma etik dan spiritual dalam proses peradilan pidana, khususnya terkait tanggung jawab moral hakim dalam menjatuhkan putusan pidana,” ujar Windu di hadapan anggota Komisi III DPR.

Menurutnya, KUHAP sebaiknya memuat pasal baru yang mengatur kewajiban bagi hakim untuk mengucapkan sumpah sebelum membacakan putusan di persidangan. Sumpah tersebut akan menjadi bentuk komitmen moral agar setiap putusan diambil berdasarkan pertimbangan hukum yang objektif dan berkeadilan.

“Oleh sebab itu kami mengusulkan agar dalam rancangan UU KUHAP dimuat ketentuan khusus mengenai pembacaan sumpah oleh hakim sebelum membacakan putusan,” ujarnya.

Lebih lanjut, Windu bahkan telah merumuskan redaksi sumpah yang diusulkan untuk dicantumkan dalam RKUHAP.

“Berbunyi, ‘Demi Allah, demi Tuhan saya bersumpah bahwa putusan yang saya bacakan merupakan hasil dari pertimbangan hukum yang objektif dan berdasarkan keadilan tanpa adanya pengaruh atau imbalan dari pihak mana pun serta saya mengambil keputusan ini dengan penuh tanggung jawab dan integritas’,” tambahnya.

Ia menilai, meskipun hakim telah mengucapkan sumpah jabatan saat dilantik, sumpah tersebut belum mencukupi untuk menjamin objektivitas di setiap perkara. Pembacaan sumpah sebelum putusan diyakini dapat menambah rasa kepercayaan publik terhadap lembaga peradilan yang kerap kali mendapat sorotan dalam hal integritas.

“Meskipun sumpah jabatan hakim sudah mencakup kewajiban untuk bersifat adil dan tidak memihak, sumpah sebelum membacakan putusan memiliki fungsi tambahan yang lebih spesifik untuk masing-masing,” jelas Windu.

Usulan tersebut disambut positif oleh sejumlah anggota Komisi III yang menilai ide tersebut dapat memperkuat moralitas dan akuntabilitas peradilan. Rapat yang digelar sebagai bagian dari pembahasan lanjutan RKUHAP ini juga membahas sinkronisasi beberapa aturan lain, termasuk Qanun Aceh, dengan rancangan undang-undang tersebut.

Wacana sumpah hakim sebelum putusan menjadi sorotan publik karena dinilai dapat menjadi simbol tanggung jawab moral di ruang sidang, serta mengembalikan kepercayaan masyarakat terhadap sistem hukum yang bersih, transparan, dan berkeadilan. []

Diyan Febriana Citra.

Bagikan:
Nasional