JAKARTA – Pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) Perampasan Aset kembali mencuat di tengah sorotan publik dan derasnya desakan masyarakat. Wakil Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR RI, Sturman Panjaitan, menegaskan bahwa sampai saat ini status RUU tersebut masih merupakan usulan inisiatif pemerintah.
“Enggak ada yang enggak mungkin, bisa saja (di take over jadi inisiatif DPR). Tapi sementara ini masih diusulkan pemerintah, nanti kita Baleg akan melihat lagi,” ujar Sturman di Gedung DPR RI, Kamis (04/09/2025).
Sturman tidak menutup kemungkinan bahwa DPR bisa mengambil alih inisiatif tersebut, asalkan ada pernyataan resmi dari pemerintah sebagai pengusul awal. Menurutnya, substansi terpenting bukan soal siapa yang mengajukan, melainkan bagaimana RUU itu dapat segera dibahas tanpa berbenturan dengan regulasi yang sudah ada.
“Tapi sampai saat ini di Prolegnas 2024–2029 itu masih usulan pemerintah. Tapi enggak apa-apa, siapapun mengusulkan oke-oke saja. Yang penting adalah jangan sampai bertentangan, bertabrakan dengan UU yang sudah ada, itu aja,” tuturnya.
Jika nantinya DPR memutuskan menjadi pengusul, Baleg harus memulai dari awal dengan menyusun draf baru. Sturman menjelaskan, rancangan yang pernah dibuat pemerintah masih memiliki kelemahan, di antaranya potensi tumpang tindih aturan.
“Ya kalau jadi usulan DPR, DPR harus membuat dulu rancangannya, kita harus RDPU dulu, rapat dengar pendapat umum, kepada ahli, pakar-pakar hukum, pakar ekonomi, pakar apapun,” ucapnya.
Baleg juga belum menerima draf resmi yang disusun pemerintah pada periode sebelumnya. Menurut Sturman, konsep lama itu dianggap tidak pas karena memungkinkan perampasan aset dilakukan meski status seseorang baru sebatas dimintai keterangan. “Misalnya belum tersangka, baru dimintai keterangan, disangkakan, langsung asetnya dirampas,” tambahnya.
RUU Perampasan Aset sejatinya telah diajukan sejak 2008 oleh PPATK, namun hingga kini belum kunjung disahkan. Tiga periode pemerintahan telah berlalu, aturan ini masih tertahan di ranah pembahasan. Kini, momentum politik semakin kuat setelah gelombang demonstrasi masyarakat di berbagai daerah menuntut percepatan pengesahan RUU ini, yang juga masuk dalam salah satu poin tuntutan 17+8.
Menteri Hukum Supratman Andi Agtas menilai proses legislasi akan lebih cepat jika RUU itu ditetapkan sebagai inisiatif DPR. “Kalau menjadi usul inisiatif DPR, saya pastikan itu akan jauh lebih cepat. Karena itu berarti DPR-nya sudah bisa,” ujarnya di Jakarta, Rabu (03/09/2025).
Dengan adanya desakan publik, tarik-menarik antara pemerintah dan DPR terkait siapa yang berhak mengajukan RUU ini dinilai semakin penting. Keputusan apakah tetap menjadi inisiatif pemerintah atau dialihkan ke DPR akan menentukan kecepatan pembahasan sekaligus arah pemberantasan praktik pencucian uang dan korupsi melalui perampasan aset. []
Diyan Febriana Citra.