JAKARTA – Pengungkapan praktik aborsi ilegal di kawasan Jakarta Timur membuka fakta baru mengenai maraknya layanan kesehatan ilegal yang memanfaatkan celah pengawasan dan keterbatasan akses layanan resmi. Sindikat aborsi yang beroperasi di salah satu apartemen di wilayah tersebut diketahui telah menjalankan aksinya selama kurang lebih dua tahun sebelum akhirnya dibongkar aparat kepolisian.
Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Metro Jaya mengungkapkan bahwa sindikat tersebut dijalankan oleh lima orang dengan pembagian peran yang terstruktur. Modus operandi mereka terbilang rapi, yakni memasarkan jasa aborsi melalui dua situs web yang menggunakan nama klinik berbeda untuk mengelabui calon pasien. Dari lima tersangka yang diamankan, dua di antaranya berinisial YH yang berperan sebagai admin dan NS yang bertugas sebagai dokter pelaksana tindakan aborsi.
Kasus ini terungkap setelah polisi menerima laporan dari masyarakat yang mencurigai aktivitas di apartemen tersebut. Laporan tersebut ditindaklanjuti dengan penyelidikan hingga polisi berhasil melacak salah satu situs web yang digunakan sindikat untuk menawarkan jasanya.
“Dari laporan itu, kami lakukan penyelidikan dan menemukan salah satu website, dari situ kami lakukan penangkapan,” ungkap Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Metro Jaya Kombes Pol Edy Suranta Sitepu dalam konferensi pers, Rabu (17/12/2025).
Saat penggerebekan dilakukan, polisi mendapati dua perempuan yang diduga akan menjalani tindakan aborsi tengah diantar menuju unit apartemen yang difungsikan sebagai ruang operasi darurat. Aparat kemudian mengamankan kelima tersangka beserta dua pasien tersebut. Sejumlah barang bukti medis turut disita, termasuk alat-alat yang masih berlumuran darah.
“Hasil DNA dari darah yang ada di kapas dan alat medis sesuai dengan salah satu pasien yang sedang dilakukan aborsi,” jelas Edy.
Dari hasil penyelidikan sementara, sindikat ini tercatat telah menangani 361 pasien sejak tahun 2023. Setiap tindakan aborsi dipatok dengan tarif antara Rp5 juta hingga Rp8 juta, sehingga total keuntungan yang diraup diperkirakan mencapai Rp2,6 miliar. Polisi menyatakan akan menelusuri seluruh data pasien yang tersimpan dalam basis data sindikat tersebut.
“Tentu nanti ke depan kami akan melakukan pendalaman, melakukan pemanggilan terhadap pasien-pasien yang terdata di dalam database mereka, yang ada 361 tadi,” kata Edy.
Pendalaman dilakukan untuk memastikan latar belakang para pasien, termasuk kemungkinan adanya korban kekerasan seksual atau pasien di bawah umur.
“Dari beberapa pasien yang kami periksa, untuk saat ini kami belum menemukan itu (pasien korban kekerasan seksual), tetapi kami akan terus mendalami dari 361 tersebut,” tambah Edy.
Polisi juga membeberkan alur kerja sindikat. YH bertugas memasarkan layanan dan mencatat data pasien, termasuk foto hasil USG. Data tersebut diteruskan kepada NS sebagai dokter yang melakukan tindakan aborsi, dengan bantuan RH. Pasien dijemput oleh MA dan ponsel mereka ditahan sementara selama proses berlangsung. LN bertugas mengantar pasien menuju kamar operasi. Apartemen yang digunakan biasanya disewa harian atau mingguan dan kerap berpindah lokasi untuk menghindari kecurigaan.
Para tersangka kini dijerat Pasal 428 ayat 1 juncto Pasal 60 ayat 1 dan 2 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan, dengan ancaman pidana penjara maksimal lima tahun.
Di sisi lain, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) menyoroti sulitnya akses layanan aborsi legal di Indonesia sebagai salah satu faktor maraknya praktik ilegal. Penyuluh Sosial Ahli Madya KemenPPPA Atwirlany Ritonga menyebut keterbatasan fasilitas dan tenaga kesehatan membuat banyak perempuan, terutama korban kekerasan seksual, terpaksa mencari jalan pintas.
“Memang ini tantangan kita bersama, banyak korban kekerasan seksual yang seharusnya juga mendapatkan layanan aborsi legal,” kata Atwirlany.
Ia menambahkan, saat ini layanan aborsi legal di Jakarta baru tersedia di RS Cipto Mangunkusumo dan RS Polri.
“Tantangannya ada di kabupaten/kota, tenaga kesehatan harus dilatih secara teknis untuk melakukan aborsi legal yang aman dan tepat bagi korban kekerasan seksual,” ujar Atwirlany. “Saat ini, Kemenkes sudah melakukan uji coba pelatihan bagi para nakes untuk bisa melakukan aborsi legal,” ungkap dia. []
Diyan Febriana Citra.

