LJUBLJANA – Di tengah stagnasi sikap Uni Eropa terhadap konflik berkepanjangan di Gaza, Slovenia mengambil langkah tegas dengan memberlakukan larangan penuh terhadap perdagangan senjata ke Israel. Langkah ini menandai posisi Slovenia sebagai negara Eropa pertama yang berani menempuh kebijakan sepihak untuk menegakkan prinsip kemanusiaan.
Larangan yang diumumkan pada Kamis (31/07/2025) itu mencakup semua bentuk impor, ekspor, hingga transit peralatan militer. Dalam pernyataan resminya, pemerintah Slovenia menyebutkan bahwa kebijakan ini merupakan respons terhadap situasi kemanusiaan yang semakin memburuk di Gaza.
“Slovenia adalah negara Eropa pertama yang melarang impor, ekspor, dan transit senjata ke dan dari Israel,” demikian bunyi pernyataan resmi tersebut.
Langkah Slovenia ini datang setelah beberapa bulan sebelumnya mengakui secara resmi kenegaraan Palestina. Kebijakan itu disahkan parlemen pada Juni 2024, mengikuti jejak Irlandia, Norwegia, dan Spanyol. Namun Slovenia melangkah lebih jauh dibanding negara-negara tersebut dengan mengaitkan langsung kebijakan luar negerinya terhadap tindakan Israel di Gaza.
“Di tengah perang yang menghancurkan di Gaza, di mana warga sipil sekarat karena bantuan kemanusiaan yang sistematis ditolak, setiap negara bertanggung jawab mengambil langkah nyata, bahkan bila harus melangkah lebih maju daripada yang lain,” lanjut pernyataan pemerintah.
Pemerintah Slovenia juga menyatakan bahwa sejak Oktober 2023 saat konflik Gaza memuncak tidak satu pun izin ekspor senjata ke Israel yang dikeluarkan.
Lebih dari itu, pada awal Juli 2025, Slovenia menjadi negara Uni Eropa pertama yang melarang dua menteri Israel dari kubu sayap kanan untuk memasuki wilayahnya. Kedua tokoh tersebut dinyatakan persona non grata atas dugaan penghasutan kekerasan ekstrem dan pernyataan yang dianggap mendukung genosida terhadap warga Palestina.
Berbeda dengan Uni Eropa yang belum bisa menyatukan suara akibat perbedaan pandangan internal, Slovenia menempuh jalur sendiri. Negeri kecil di Eropa Tengah itu menegaskan bahwa langkah moral harus diambil secara independen ketika sistem kolektif gagal bergerak.
Keputusan Slovenia ini dinilai sejumlah pengamat sebagai isyarat kuat bahwa norma hak asasi manusia dan nilai kemanusiaan tetap bisa dijunjung tinggi oleh negara-negara kecil, bahkan di tengah tekanan geopolitik global.
Pemerintah Slovenia juga mendorong negara-negara lain di Eropa agar tidak ragu mengakui Palestina dan menerapkan kebijakan luar negeri yang konsisten dengan prinsip keadilan kemanusiaan. []
Diyan Febriana Citra.