Smelter Freeport di Gresik Terancam Setop Akhir Oktober

Smelter Freeport di Gresik Terancam Setop Akhir Oktober

Bagikan:

JAKARTA — Pemerintah tengah menyoroti potensi penghentian sementara aktivitas pengolahan konsentrat tembaga di fasilitas pemurnian (smelter) PT Freeport Indonesia (PTFI) yang berlokasi di Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) JIIPE, Gresik, Jawa Timur. Gangguan pasokan bahan baku dari tambang bawah tanah Grasberg Block Cave (GBC) menjadi penyebab utama ancaman tersebut.

Direktur Jenderal Mineral dan Batu Bara (Minerba) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Tri Winarno mengungkapkan, stok bahan baku untuk smelter hanya akan mencukupi kebutuhan hingga akhir Oktober 2025. Setelah itu, kegiatan operasional berpotensi terhenti sementara.

“Maksudnya akhir Oktober itu akan kekurangan pasokan. Sementara berhenti,” kata Tri saat ditemui di Kantor Kementerian ESDM, Senin (14/10/2025) malam.

Gangguan pasokan itu terjadi usai Freeport menutup sementara kegiatan produksi di tambang bawah tanah GBC menyusul insiden longsor pada awal September lalu. Kejadian tersebut menyebabkan area tambang tertimbun lumpur hingga 800 ribu ton dan menewaskan tujuh pekerja.

Tri menegaskan, pemerintah telah meminta PTFI melakukan evaluasi menyeluruh sebelum mengaktifkan kembali operasi tambang. Evaluasi itu mencakup aspek geoteknik serta mitigasi risiko agar peristiwa serupa tidak kembali terjadi.

“Ya dia evaluasi dulu, jangan sampai ada kejadian seperti ini lagi. Dia sudah kita minta untuk melibatkan pekerja yang lama yang tahu soal geoteknik, yang tahu soal terowongannya dulu, yang mendesain,” ujar Tri.

Sementara itu, Menteri ESDM Bahlil Lahadalia memastikan kegiatan produksi di tambang Grasberg belum dapat dimulai kembali. Ia menegaskan, pemerintah sedang fokus melakukan audit menyeluruh terhadap seluruh aktivitas pertambangan bawah tanah milik Freeport.

“(Operasi kembali) pasti menunggu setelah hasil audit,” kata Bahlil di Kementerian ESDM, Jumat (10/10/2025).

Bahlil menambahkan, audit yang dilakukan tidak hanya bersifat administratif, tetapi juga mencakup penelusuran teknis dan faktor keselamatan kerja.

“Sekarang belum ada yang bisa melakukan kegiatan produksi, tapi kami sedang mengaudit sampai bisa menemukan apa faktor penyebab terjadinya longsor,” ujarnya.

Menurut Bahlil, hasil audit akan menjadi dasar bagi pemerintah dalam menentukan langkah selanjutnya, termasuk rekomendasi teknis bagi Freeport.

“Kami tidak boleh menghukum sesuatu tanpa dasarnya. Kami audit dahulu apa permasalahannya dan penyebabnya. Setelah itu baru kami bisa memberikan rekomendasi baik itu dalam bentuk perbaikan atau yang lain, nanti kita lihat,” tegasnya.

Jika penghentian sementara benar terjadi, smelter Gresik yang digadang-gadang sebagai fasilitas pengolahan tembaga terbesar di dunia diperkirakan tidak akan beroperasi setidaknya hingga awal 2026. []

Diyan Febriana Citra.

Bagikan:
Nasional