Soroti Ketimpangan Infrastruktur, DPRD Tekankan Aksi Nyata

Soroti Ketimpangan Infrastruktur, DPRD Tekankan Aksi Nyata

PARLEMENTARIA – Pemerataan pembangunan di Kalimantan Timur (Kaltim) kembali menjadi sorotan, terutama terkait ketimpangan akses infrastruktur di wilayah pedesaan. Isu ini mencuat dalam forum pembahasan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Provinsi Kaltim 2025–2029 yang berlangsung di Gedung DPRD Kaltim, Samarinda, dan turut menyuarakan harapan besar agar wilayah tertinggal tak lagi dikesampingkan dalam dokumen perencanaan lima tahunan.

Anggota Komisi IV Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kaltim, Agusriansyah Ridwan, dalam forum tersebut menyampaikan keprihatinannya atas masih adanya desa-desa yang terisolasi dari pembangunan dasar, khususnya di Kabupaten Kutai Timur (Kutim). Ia menyebutkan terdapat sembilan desa di luar Pulau Sangkulirang yang sejak 2015 telah mengajukan diri untuk dimekarkan sebagai Daerah Otonomi Baru (DOB), namun hingga kini belum terealisasi.

“Ada sembilan desa di luar Pulau Sangkulirang, sejak tahun 2015 sebenarnya mengajukan DOB dalam rangka untuk percepatan pembangunan, karena mereka tertinggal secara infrastruktur seperti jalan, listrik, dan air bersih,” ungkapnya, Jumat (25/07/2025).

Desa-desa tersebut berada dalam wilayah administratif Kecamatan Sangkulirang dan dinilai memenuhi syarat administratif serta sosiogeografis untuk membentuk kecamatan baru bernama Sangkulirang Seberang. Menurut Agusriansyah, sebagian besar desa yang dimaksud merupakan desa tua yang keberadaannya telah lama ada, namun aksesibilitas dan pelayanan publiknya belum berkembang secara optimal.

“Dalam rangka untuk peningkatan dan percepatan kesejahteraan masyarakat memang itu pantas untuk kita mekarkan serta merupakan desa-desa tua, mereka ingin menjadi sebuah Kecamatan Sangkulirang Seberang,” tegas politisi PKS tersebut.

Ia menambahkan, agar harapan masyarakat desa tidak sebatas usulan, maka perlu ada penguatan dari sisi perencanaan makro. Salah satunya dengan memasukkan program pembangunan dan pemekaran wilayah tertinggal dalam RPJMD Kaltim, agar bisa diterjemahkan ke dalam kebijakan pembangunan di tingkat kabupaten/kota secara lebih operasional.

“Untuk dituangkan dalam rencana strategi pemerintah, sehingga mendapat perhatian untuk mempercepat wilayah-wilayah 3T dapat dikembangkan secara ekonomi dan peningkatan kesejahteraan,” jelasnya.

Menurut Agusriansyah, perhatian terhadap wilayah 3T (Tertinggal, Terdepan, dan Terluar) tak hanya menjadi tanggung jawab satu level pemerintahan. Ia menekankan pentingnya sinergi lintas sektor dan tingkat pemerintahan agar intervensi pembangunan berjalan serentak dan terukur.

Gagasan pemekaran Kecamatan Sangkulirang Seberang bukan sekadar aspirasi administratif, melainkan bentuk kebutuhan nyata untuk mempercepat pembangunan kawasan yang selama ini tertinggal. Langkah ini juga mencerminkan urgensi pendekatan pembangunan berbasis kebutuhan lokal.

Masuknya isu pemekaran dan pembangunan desa terisolasi dalam RPJMD menjadi bagian penting dari langkah strategis untuk mewujudkan pembangunan yang inklusif. Pemerintah diharapkan tidak hanya berfokus pada wilayah yang sudah berkembang, tetapi juga memberi ruang pertumbuhan bagi daerah yang selama ini terpinggirkan.

Dengan perencanaan yang lebih partisipatif dan responsif terhadap aspirasi masyarakat desa, khususnya yang berada di wilayah 3T, pembangunan yang merata bukanlah hal mustahil. Terlebih, jika pemekaran wilayah disertai dengan komitmen anggaran, peningkatan pelayanan, serta penguatan kelembagaan lokal. []

Penulis: Muhamaddong | Penyunting: Agnes Wiguna

Advertorial DPRD Kaltim