Thaksin Hadapi Dakwaan Hina Raja, Pheu Thai di Ujung Tanduk

Thaksin Hadapi Dakwaan Hina Raja, Pheu Thai di Ujung Tanduk

BANGKOK – Pengadilan pidana Thailand akan menjatuhkan vonis terhadap mantan Perdana Menteri (PM) Thaksin Shinawatra pada Jumat (22/08/2025) dalam perkara dugaan pencemaran nama baik kerajaan. Proses hukum ini dipandang sebagai ujian serius bagi kelangsungan dinasti politik Shinawatra yang selama dua dekade terakhir kerap menjadi penentu arah politik negeri Gajah Putih.

Thaksin, yang kini berusia 76 tahun, didakwa menghina Raja Vajiralongkorn dalam sebuah wawancara pada 2015 saat masih berada di luar negeri. Ia terancam hukuman maksimal 15 tahun penjara, meski secara terbuka menegaskan tetap setia kepada monarki Thailand. Tuduhan tersebut muncul setelah kelompok militer pro-kerajaan yang pernah menggulingkan pemerintahan Thaksin dan adiknya Yingluck melalui kudeta pada 2006 dan 2014 mengajukan laporan resmi.

Kasus hukum ini hanya satu dari rangkaian persoalan besar yang tengah melilit keluarga Shinawatra. Sepekan setelah vonis Thaksin, Mahkamah Konstitusi juga akan memutuskan dugaan pelanggaran etika Perdana Menteri Paetongtarn Shinawatra, putrinya. Paetongtarn dituduh melakukan pelanggaran etik karena percakapan telepon dengan mantan PM Kamboja Hun Sen di tengah memanasnya isu perbatasan.

Bila terbukti bersalah, kedudukannya sebagai perdana menteri bisa berakhir lebih cepat. Situasi ini menambah rapuh posisi pemerintahannya yang kini menghadapi tekanan ekonomi, mulai dari tingginya beban utang, lesunya pariwisata, hingga menurunnya kepercayaan investor.

Skenario terburuk adalah jatuhnya dua tokoh sentral Shinawatra hampir bersamaan. Kondisi tersebut berpotensi mengguncang Partai Pheu Thai, partai yang selama ini menjadi kendaraan politik utama keluarga. “Kemungkinan partai Pheu Thai akan kembali dominan sangat kecil,” kata Prinya Thaewanarumitkul, profesor hukum dari Universitas Thammasat.

Jika Paetongtarn terguling, satu-satunya kandidat perdana menteri dari Pheu Thai yang tersisa adalah Chaikasem Nitisiri, politikus senior berusia 76 tahun. Namun elektabilitas Chaikasem dinilai lemah. Nama lain mulai menguat di bursa politik, termasuk Anutin Charnvirakul, mantan menteri dalam negeri, serta Prayuth Chan-ocha, eks perdana menteri yang kini menjadi penasihat kerajaan.

Di parlemen, oposisi People’s Party yang memiliki mayoritas kursi memberi sinyal siap mendukung Anutin asalkan ia bersedia menggelar pemilu awal dan mendorong reformasi konstitusi. Hal ini menandakan pergeseran aliansi politik yang bisa melemahkan Pheu Thai lebih jauh.

Meski demikian, beberapa pengamat menilai Thaksin dan keluarganya masih memiliki ruang manuver berkat kompromi dengan kelompok konservatif. “Kelompok konservatif telah memilih Thaksin,” ujar Olarn Thinbangtieo dari Universitas Burapha. Menurutnya, kemungkinan besar Chaikasem hanya akan dijadikan perdana menteri sementara untuk kemudian membubarkan parlemen pada saat yang dianggap tepat.

Dalam perjalanan politik Thailand, dinasti Shinawatra telah melewati berbagai badai dua kudeta militer, tiga putusan pengadilan yang menjatuhkan pemerintahan, dan lima perdana menteri yang digulingkan. Namun kali ini, ancaman yang dihadapi bukan hanya pada Thaksin, tetapi juga masa depan politik putrinya. Hasil persidangan yang akan datang diperkirakan menjadi titik balik, apakah keluarga Shinawatra mampu bertahan atau justru kehilangan pijakan dalam panggung politik Thailand. []

Diyan Febriana Citra.

Hotnews Internasional