ADVERTORIAL – Kampung-kampung transmigran di Kalimantan Timur menyimpan warisan budaya yang tak lekang oleh waktu. Salah satu contohnya terlihat di Kelurahan Maluhu, Kecamatan Tenggarong, Kabupaten Kutai Kartanegara (Kukar), di mana kesenian tradisional Jawa seperti kuda lumping, jaran kepang (jathilan), dan campur sari masih hidup dan dipentaskan secara rutin oleh warga.
Maluhu merupakan salah satu wilayah yang banyak dihuni oleh keturunan warga Jawa yang datang melalui program transmigrasi sejak tahun 1970-an. Meski telah puluhan tahun bermukim di tanah Borneo, masyarakat di wilayah ini tak meninggalkan akar budaya mereka. Bahkan, mereka menjadikannya sebagai bagian penting dari identitas komunitas.
Kesenian tradisional seperti kuda lumping dan jathilan menjadi simbol kebersamaan dan warisan leluhur yang diwariskan dari generasi ke generasi. Pertunjukan ini kerap ditampilkan dalam berbagai kegiatan masyarakat, seperti hajatan, acara adat, hingga festival budaya, dan mendapat sambutan hangat dari warga sekitar.
Pemerintah daerah menyadari pentingnya menjaga warisan budaya ini. Karena itu, dukungan konkret pun diberikan melalui bantuan kepada kelompok seni di Kelurahan Maluhu. Lurah Maluhu, Tri Joko Kuncoro, menyampaikan bahwa pada tahun ini, dua paguyuban seni telah menerima bantuan, yakni Paguyuban Campur Sari Suling Gading dan Paguyuban Jaranan Karyotoronggosito.
“Bantuan ini digunakan untuk berbagai kebutuhan kesenian, seperti pembelian alat musik, pakaian, serta penyelenggaraan event kesenian. Alhamdulillah, program ini berjalan dengan baik, sehingga kesenian ini tetap lestari dan sekaligus membina generasi muda,” kata Tri Joko Kuncoro pada Selasa (18/03/2025).
Bantuan tersebut tidak hanya bersifat finansial, tetapi juga sebagai bentuk dukungan moral yang memberi semangat bagi seniman lokal untuk terus berkarya dan memperkenalkan budaya Jawa kepada masyarakat luas. Dalam konteks ini, pelestarian budaya tidak hanya dilihat sebagai upaya mempertahankan tradisi, tetapi juga sebagai medium pendidikan dan penguatan identitas komunitas.
Tri Joko Kuncoro menekankan bahwa kesenian seperti kuda lumping dan jathilan memiliki nilai lebih dari sekadar hiburan. Ia melihatnya sebagai bagian dari warisan budaya nasional yang harus dijaga agar tidak punah.
“Kesenian ini adalah bagian dari kekayaan budaya kita. Jika tidak dilestarikan, generasi mendatang bisa kehilangan akar budayanya. Oleh karena itu, dukungan dari semua pihak sangat dibutuhkan,” tambahnya.
Pelestarian budaya di Kelurahan Maluhu menjadi bukti bahwa identitas lokal bisa tetap kuat meski berada jauh dari daerah asalnya. Dengan kombinasi semangat warga, peran aktif komunitas seni, dan dukungan pemerintah, kesenian tradisional ini terus tumbuh dan menjadi kebanggaan, bukan hanya bagi warga Maluhu, tetapi juga bagi Kutai Kartanegara secara keseluruhan.
Melalui pendekatan yang inklusif dan berbasis komunitas, pemerintah daerah menunjukkan komitmennya dalam menjaga keberagaman budaya di wilayahnya. Ini menjadi modal sosial penting dalam memperkuat rasa kebangsaan serta membangun masyarakat yang toleran dan berakar pada nilai-nilai budaya. []
Penulis: Eko Sulistiyo | Penyunting: Agnes Wiguna