WASHINGTON – Krisis politik di Amerika Serikat kembali memanas setelah Presiden Donald Trump menegaskan ancamannya terkait pemutusan hubungan kerja (PHK) massal terhadap pegawai federal. Rencana ini muncul di tengah kebuntuan pembahasan anggaran yang membuat pemerintahan federal memasuki hari kedua penutupan (shutdown), Kamis (02/10/2025) waktu setempat.
Trump menyampaikan pernyataannya melalui platform Truth Social. Ia menilai penutupan pemerintahan bisa dijadikan momentum untuk menekan Partai Demokrat agar menyetujui kebijakan anggaran, terutama terkait penghentian subsidi tertentu.
“Kita bisa melakukan hal-hal yang tidak dapat mereka ubah selama penutupan pemerintahan, yang buruk bagi mereka,” ujarnya.
Menurut Trump, sebagian lembaga federal yang dikuasai Demokrat hanya merupakan “penipuan politik” dan tidak diperlukan. Karena itu, ia berencana bertemu Kepala Anggaran Russell Vought untuk menentukan lembaga mana saja yang dianggap layak dipangkas. PHK, kata Trump, bisa bersifat sementara maupun permanen.
Langkah tersebut segera menuai kontroversi. Shutdown ini membuat sekitar 750.000 pegawai federal tidak menerima gaji, dan ribuan di antaranya terancam diberhentikan. Vought sebelumnya menegaskan bahwa sebagian pegawai berpotensi kehilangan pekerjaan secara permanen, sementara juru bicara Trump, Karoline Leavitt, menyatakan keputusan pemangkasan bisa diambil dalam waktu dekat.
Partai Demokrat menolak keras ancaman itu. Pemimpin Minoritas Senat, Chuck Schumer, bersama Ketua Fraksi Demokrat di DPR, Hakeem Jeffries, menyebut langkah tersebut tidak akan bertahan di pengadilan. Jeffries bahkan menilai situasi ini sebagai hari ke-256 kekacauan pemerintahan Trump.
Sementara itu, dinamika di Kongres masih buntu. DPR yang dipimpin Partai Republik sedang reses, sedangkan Senat berupaya menggelar pemungutan suara tambahan untuk mencari jalan keluar. Ketua DPR Mike Johnson menyebut pihaknya menunggu rancangan kesepakatan dari Senat agar pembahasan bisa dilanjutkan.
Di sisi lain, Partai Demokrat menegaskan bahwa syarat utama untuk meloloskan pendanaan baru adalah perpanjangan subsidi kesehatan. Mereka membutuhkan tambahan lima suara untuk mencapai ambang batas 60 suara di Senat.
Situasi ini juga menimbulkan reaksi publik yang terbelah. Survei Washington Post menunjukkan 47 persen warga menyalahkan Trump dan Partai Republik atas shutdown, sedangkan 30 persen menyalahkan Demokrat. Namun survei New York Times/Siena memperlihatkan dua pertiga responden menilai Demokrat sebaiknya tidak memaksakan tuntutannya dengan risiko menutup pemerintahan.
Kondisi ekonomi turut menjadi perhatian. Menteri Keuangan AS, Scott Bessent, memperingatkan penutupan berkepanjangan akan menekan Produk Domestik Bruto (PDB). “Menutup pemerintah bukan cara tepat untuk berdiskusi. Hal ini hanya menurunkan PDB,” ujarnya kepada CNBC.
Dengan meningkatnya ketidakpastian politik dan ekonomi, AS kini menghadapi tekanan ganda: menjaga stabilitas fiskal sekaligus menghindari dampak sosial dari potensi PHK massal yang dapat memukul ratusan ribu keluarga pegawai federal. []
Diyan Febriana Citra.