Trump Klaim Thailand-Kamboja Sepakat Hentikan Serangan

Trump Klaim Thailand-Kamboja Sepakat Hentikan Serangan

Bagikan:

WASHINGTON – Presiden Amerika Serikat Donald Trump menyatakan bahwa konflik bersenjata antara Thailand dan Kamboja memasuki fase baru setelah kedua negara diklaim sepakat menghentikan serangan militer. Menurut Trump, penghentian tembakan mulai berlaku pada Jumat (12/12/2025) malam, menyusul komunikasi intensif yang ia lakukan dengan pimpinan kedua negara.

Pernyataan tersebut disampaikan Trump usai berbicara langsung melalui sambungan telepon dengan Perdana Menteri Thailand Anutin Charnvirakul dan Perdana Menteri Kamboja Hun Manet. Dalam percakapan itu, Trump mengaku mendorong kedua pihak untuk segera mengakhiri kekerasan yang telah menimbulkan korban jiwa dan gelombang pengungsian besar-besaran di kawasan perbatasan.

Selain penghentian serangan, Trump juga menyampaikan bahwa Thailand dan Kamboja sepakat untuk kembali membuka jalur dialog damai. Proses pembicaraan tersebut akan mengacu pada Deklarasi Damai Kuala Lumpur yang ditandatangani pada 26 Oktober 2025 lalu, meskipun sebelumnya Thailand sempat menarik diri dari kesepakatan tersebut.

“Mereka telah setuju untuk mengentikan semua penembakan mulai malam ini, dan kembali ke Deklarasi Damai yang saya prakarsai, dengan bantuan Perdana Menteri Malaysia yang hebat, Anwar Ibrahim,” kata Trump, di platform Truth Social, dikutip Sabtu (13/12/2025).

Deklarasi Damai Kuala Lumpur sebelumnya lahir sebagai tindak lanjut dari gencatan senjata yang tercapai pada Juli, setelah perang selama lima hari antara Thailand dan Kamboja. Kesepakatan tersebut dicapai melalui mediasi Malaysia yang pada tahun ini menjabat sebagai Ketua ASEAN. Dalam prosesnya, Amerika Serikat disebut ikut memberi tekanan kepada kedua negara, termasuk melalui ancaman tarif tinggi dan penghentian kerja sama perdagangan, agar konflik segera dihentikan.

Namun, situasi kembali memanas ketika Thailand menyatakan menarik diri dari Deklarasi Damai Kuala Lumpur pada November. Penarikan diri itu dipicu insiden di perbatasan sengketa, di mana sejumlah tentara Thailand dilaporkan terluka akibat ranjau darat yang dituding berasal dari wilayah Kamboja. Sejak saat itu, kedua negara kembali saling melancarkan serangan dengan alasan mempertahankan diri.

Konflik terbaru yang pecah sejak Senin lalu telah menyebabkan sedikitnya 20 orang tewas dan memaksa sekitar 700.000 warga di kedua negara mengungsi dari wilayah perbatasan. Kondisi tersebut memicu kekhawatiran regional, mengingat eskalasi militer melibatkan penggunaan jet tempur dan persenjataan berat.

Hingga saat ini, belum ada pernyataan resmi dari pemerintah Thailand maupun Kamboja yang secara terbuka mengonfirmasi kesepakatan terbaru yang diumumkan Trump. Meski demikian, sebelumnya Perdana Menteri Thailand Anutin Charnvirakul menyebut telah menyampaikan kepada Trump bahwa tanggung jawab utama untuk menghentikan kekerasan berada di pihak Kamboja.

Trump, menurut Anutin, menyatakan dukungannya terhadap langkah gencatan senjata dalam percakapan tersebut.

“Saya menjawab bahwa dia sebaiknya mengatakan itu kepada teman kita (Kamboja),” kata Anutin, soal gencatan senjata.

Pernyataan Trump ini menjadi sinyal kuat keterlibatan Amerika Serikat dalam mendorong stabilitas kawasan Asia Tenggara. Meski demikian, efektivitas kesepakatan tersebut masih menunggu konfirmasi resmi dan implementasi nyata di lapangan oleh kedua negara yang bertikai. []

Diyan Febriana Citra.

Bagikan:
Internasional