GAZA – Pernyataan terbaru dari mantan Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, kembali memicu kontroversi di Timur Tengah. Dalam kunjungan kenegaraannya ke Qatar, Trump menyampaikan gagasan agar Amerika Serikat mengambil alih Jalur Gaza dan mengubah wilayah tersebut menjadi “zona kebebasan”. Respons keras pun datang dari kelompok Hamas yang menyebut Gaza bukan properti yang bisa diperjualbelikan.
Trump mengungkapkan idenya saat berbicara di hadapan media, Kamis (15/05/2025), di Doha. Ia mengklaim bahwa rencananya akan membawa perdamaian dan kebebasan bagi warga Gaza, tanpa menjelaskan secara rinci apa yang dimaksud dengan konsep “zona kebebasan” tersebut.
“Saya memiliki konsep untuk Gaza yang menurut saya sangat bagus, menjadikannya zona kebebasan, membiarkan Amerika Serikat terlibat dan menjadikannya sebagai zona kebebasan,” ucap Trump.
“Saya akan bangga jika Amerika Serikat memilikinya, mengambil alihnya, menjadikannya zona kebebasan.”
Pernyataan ini langsung memicu kemarahan Hamas. Dalam tanggapan resminya, pejabat senior Hamas, Basem Naim, menolak tegas wacana tersebut dan menyebutnya sebagai bentuk pelecehan terhadap kedaulatan rakyat Palestina.
“Gaza merupakan bagian integral dari tanah Palestina Gaza bukan real estate untuk dijual di pasar terbuka,” ujar Naim dalam pernyataannya yang dirilis Jumat (16/05/2025), dikutip dari AFP.
Ia menambahkan bahwa rakyat Palestina tidak akan menyerahkan tanahnya demi kepentingan politik luar negeri negara mana pun, termasuk Amerika Serikat.
“Kami tetap berkomitmen kuat terhadap tanah kami dan tujuan nasional kami, dan kami siap untuk melakukan segala pengorbanan untuk melestarikan tanah air kami dan mengamankan masa depan rakyat kami,” tegasnya.
Gagasan Trump datang dalam rangkaian kunjungan diplomatiknya ke kawasan Timur Tengah, dengan Qatar sebagai negara kedua yang ia datangi setelah Arab Saudi. Namun, pandangan kontroversialnya terkait Gaza dinilai justru memperburuk ketegangan, terutama di tengah kondisi kemanusiaan yang masih genting akibat blokade dan konflik berkepanjangan di wilayah tersebut.
Sejumlah analis menilai bahwa pernyataan Trump merupakan bagian dari strategi geopolitik yang ambisius namun tidak realistis, mengingat status Gaza yang kompleks secara politik, sosial, dan militer. []
Diyan Febriana Citra.