Turkiye Kirim Senjata dan Logistik ke Suriah

Turkiye Kirim Senjata dan Logistik ke Suriah

ANKARA – Turkiye resmi menandatangani perjanjian pertahanan dengan Suriah yang mencakup pemasokan senjata, peralatan militer, dan dukungan logistik. Kesepakatan itu diumumkan Kementerian Pertahanan Turkiye pada Kamis (14/08/2025), sehari setelah Menteri Pertahanan Turkiye Yasar Guler dan Menteri Pertahanan Suriah Murhaf Abu Qasra membubuhkan tanda tangan.

Nota kesepahaman ini tak hanya mengatur pengiriman persenjataan, tetapi juga kerja sama pelatihan dan konsultasi militer. Langkah ini dinilai memperkuat posisi Ankara sebagai sekutu utama pemerintah sementara Suriah yang berupaya menata kembali keamanan setelah perang saudara panjang.

“Kesepakatan ini menjadi payung kerja sama strategis untuk berbagi pengalaman militer, memperkuat sistem persenjataan, serta memastikan ketersediaan logistik pertahanan Suriah,” demikian pernyataan resmi Kementerian Pertahanan Turkiye.

Permintaan bantuan dari Damaskus disampaikan bulan lalu, setelah eskalasi kekerasan sektarian di dalam negeri semakin tak terkendali. Bentrokan di Provinsi Suwayda antara pasukan pemerintah dan suku Badui di satu sisi serta milisi minoritas Druze di sisi lain menewaskan ratusan orang. Kondisi ini diperparah dengan intervensi militer Israel di wilayah Suriah.

Turkiye sendiri bukan pemain baru dalam panggung konflik Suriah. Selama perang saudara, Ankara mendukung pembentukan pemerintahan baru yang lahir dari kelompok pemberontak pro-Turkiye. Menteri Luar Negeri Turkiye Hakan Fidan bahkan mengeluarkan peringatan keras pada Rabu (13/08/2025) kepada Israel dan kelompok Kurdi.

“Israel dan kelompok Kurdi harus menghentikan tindakan yang mengancam stabilitas Suriah,” ujar Fidan. Ia menuding Pasukan Demokratik Suriah (SDF) yang bersekutu dengan Amerika Serikat menghambat implementasi kesepakatan integrasi dengan tentara Suriah yang dicapai pada Maret lalu.

Sementara itu, dinamika politik dalam negeri Suriah juga tengah memanas. Pekan lalu, perwakilan berbagai kelompok etnis dan agama menggelar konferensi di Hassakeh. Pertemuan itu menyerukan pembentukan negara terdesentralisasi dan penyusunan konstitusi baru yang menjamin pluralisme agama, budaya, dan etnis.

Pemerintah Suriah bereaksi keras, menuduh sebagian peserta memiliki agenda separatis. Akibatnya, Damaskus memutuskan menarik diri dari perundingan dengan SDF di Paris yang sedianya digelar setelah kesepakatan akhir Juli lalu.

Langkah Turkiye memperkuat Suriah diyakini akan membawa implikasi geopolitik luas, terutama di tengah persaingan pengaruh antara Turkiye, Iran, dan Rusia di kawasan. Bagi Suriah, dukungan ini menjadi krusial untuk memulihkan kendali penuh atas wilayahnya, sekaligus mengirim sinyal bahwa mereka memiliki sekutu kuat di tengah tekanan eksternal. []

Diyan Febriana Citra.

Hotnews Internasional