Umrah Mandiri Resmi Diperbolehkan Lewat UU Baru

Umrah Mandiri Resmi Diperbolehkan Lewat UU Baru

Bagikan:

JAKARTA — Jamaah Indonesia kini memiliki pilihan baru dalam melaksanakan ibadah umrah. Melalui Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2025 tentang Perubahan Ketiga atas UU Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah (UU PIHU), pemerintah secara resmi memperbolehkan pelaksanaan umrah secara mandiri, tanpa harus melalui biro perjalanan khusus.

Ketentuan baru ini membuka peluang bagi masyarakat yang ingin mengatur sendiri perjalanan ibadahnya, mulai dari transportasi, akomodasi, hingga layanan di Tanah Suci. Berdasarkan dokumen resmi yang diakses dari situs Jaringan Dokumentasi dan Informasi Hukum Sekretariat Negara (JDIH Setneg), Jumat (24/10/2025), perubahan signifikan terdapat pada Pasal 86 UU PIHU yang menambahkan opsi “umrah mandiri” selain melalui Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umrah (PPIU) dan pemerintah.

Dalam beleid terbaru itu, Pasal 86 ayat (1) menyebutkan bahwa perjalanan umrah dapat dilakukan “melalui PPIU, secara mandiri, atau melalui Menteri.” Adapun pelaksanaan oleh Menteri, menurut ayat (2), hanya berlaku dalam keadaan luar biasa atau kondisi darurat yang ditetapkan oleh Presiden.

Ketentuan ini berbeda dengan versi sebelumnya, yaitu UU Nomor 8 Tahun 2019, yang membatasi penyelenggaraan umrah hanya melalui PPIU dan pemerintah. Dengan demikian, kehadiran “umrah mandiri” menjadi hal baru dalam regulasi penyelenggaraan ibadah umat Islam tersebut.

Namun, kebijakan ini tidak lepas dari penolakan sejumlah pihak. Pada 18 Agustus 2025 lalu, sebanyak 13 asosiasi penyelenggara haji dan umrah menyatakan sikap menolak rencana legalisasi umrah mandiri ketika RUU tersebut masih dalam pembahasan.

Dalam pernyataannya yang dikutip dari ANTARA, juru bicara 13 asosiasi, Firman M. Nur, yang juga menjabat sebagai Ketua Umum DPP Asosiasi Muslim Penyelenggara Haji dan Umrah Republik Indonesia (AMPHURI), menegaskan bahwa “umrah mandiri berisiko besar merugikan jemaah.”

Menurutnya, perjalanan umrah tidak bisa disamakan dengan wisata luar negeri biasa. Ia khawatir pelaksanaan umrah secara mandiri akan membuka peluang munculnya praktik penipuan, serta mengganggu ekosistem ekonomi yang telah dibangun biro perjalanan resmi selama bertahun-tahun.

Juru bicara Tim 13 Asosiasi lainnya, Muhammad Firman Taufik, bahkan menyoroti potensi dominasi marketplace asing dalam penyediaan layanan umrah.

“Umrah mandiri bisa mengakibatkan kebocoran ekonomi umat ke luar negeri dan mematikan peran pelaku resmi penyelenggara umrah. Pemerintah seharusnya membela usaha dalam negeri dalam kerangka bela dan beli produk Indonesia,” ujarnya.

Meski menuai pro-kontra, kebijakan ini dianggap sebagai langkah modernisasi penyelenggaraan ibadah dengan memanfaatkan teknologi dan sistem digital. Pemerintah diharapkan segera menyiapkan regulasi turunan agar pelaksanaan umrah mandiri tetap aman, terawasi, dan tidak menimbulkan kerugian bagi calon jemaah. []

Diyan Febriana Citra.

Bagikan:
Hotnews Nasional