Utusan AS Sebut Israel Bukan Demokrasi, tapi Monarki

Utusan AS Sebut Israel Bukan Demokrasi, tapi Monarki

Bagikan:

QATAR – Pernyataan kontroversial kembali mewarnai Forum Doha ke-23 di Qatar, Minggu (07/12/2025), ketika Utusan Khusus Amerika Serikat untuk Suriah, Tom Barrack, menyampaikan pandangan keras mengenai struktur politik Israel di hadapan para pemimpin dan diplomat internasional. Di tengah diskusi yang menyoroti dinamika keamanan dan politik kawasan, Barrack dengan tegas menyebut Israel bukanlah negara demokrasi sebagaimana kerap diklaim, melainkan lebih menyerupai sistem monarki.

Ia menegaskan sikap tersebut saat berbicara mengenai realitas politik Timur Tengah. “Israel dapat mengeklaim dirinya sebagai negara demokrasi. Tetapi di kawasan ini, yang paling berhasil, suka atau tidak suka, adalah monarki yang baik hati,” ujar Barrack, seperti dikutip dari Jerusalem Post. Ia kemudian menambahkan bahwa di wilayah tersebut tidak ada praktik demokrasi sebagaimana dipahami oleh Barat. Pandangannya sontak memicu perhatian peserta forum, mengingat Israel selama ini mengedepankan citra sebagai negara demokratis di kawasan yang penuh konflik.

Barrack tampil sebagai panelis bersama sejumlah pejabat tinggi, di antaranya Menteri Luar Negeri Suriah Asaad Hassan Al-Shaibani, Menteri Negara Qatar Mohammed bin Abdulaziz Al-Khulaifi, dan Menteri Luar Negeri Norwegia Espen Barth Eide. Dalam kesempatan itu, diskusi banyak menyoroti situasi pascaperubahan kepemimpinan di Suriah setelah rezim Bashar al-Assad tumbang pada Desember 2024. Barrack menilai bahwa masyarakat Suriah harus diberi ruang untuk menentukan arah masa depan mereka tanpa tekanan standar demokrasi ala Barat. “Suriah harus menentukan masa depannya tanpa mengikuti ekspektasi Barat,” tandasnya.

Di sisi lain, Barrack juga menyampaikan peringatan keras terkait ketegangan yang terus meningkat di kawasan, khususnya hubungan antara Israel, Irak, dan kelompok bersenjata yang berafiliasi dengan Iran. Ia memperingatkan bahwa Irak berpotensi menjadi sasaran serangan Israel apabila kelompok milisi di negara itu terlibat membantu Hizbullah di Lebanon. Barrack menyampaikan bahwa Baghdad sebaiknya tidak terlibat dalam eskalasi antara Israel dan Hizbullah yang hingga kini belum menunjukkan tanda mereda.

Menurut laporan forum, Barrack menyebut bahwa Israel telah menyampaikan kepada sejumlah pejabat Irak bahwa operasi mereka di Lebanon akan diteruskan sampai Hizbullah melucuti senjatanya. Peringatan itu muncul sebulan setelah pihak militer Israel, melalui sumber di Komando Utara, mengungkapkan adanya peningkatan ancaman yang berasal dari wilayah Irak, sebagaimana diberitakan oleh media Walla.

Situasi semakin kompleks ketika sejumlah negara di kawasan Eropa ikut bereaksi terhadap kebijakan Israel, termasuk boikot dari empat negara terkait keikutsertaan Israel dalam ajang Eurovision. Di tengah eskalasi tersebut, komentar Barrack menambah tensi diplomatik yang sudah tinggi dan memicu berbagai interpretasi mengenai arah kebijakan AS di kawasan.

Forum Doha tahun ini kembali menegaskan bahwa ketidakstabilan politik Timur Tengah masih memerlukan perhatian internasional. Mulai dari proses rekonstruksi Suriah hingga dinamika keamanan antara Israel, Lebanon, dan Irak, hubungan antarnegara di wilayah ini masih sangat rentan terhadap perubahan cepat. Pandangan Barrack pun menjadi salah satu penanda bahwa konflik geopolitik di kawasan masih jauh dari kata selesai. []

Diyan Febriana Citra.

Bagikan:
Internasional