PARLEMENTARIA — Di balik gemerlap pemasukan daerah dari sektor pertambangan batu bara, kerusakan infrastruktur jalan di Kabupaten Kutai Timur (Kutim) justru semakin memprihatinkan. Kondisi tersebut menjadi perhatian serius DPRD Kalimantan Timur (Kaltim), yang menilai keberadaan tambang besar tidak selalu berbanding lurus dengan kesejahteraan masyarakat sekitar.
Anggota Komisi III DPRD Kaltim Apansyah menegaskan bahwa ruas jalan Sangatta–Bengalon di Kutim kini mengalami kerusakan berat akibat intensitas kendaraan tambang milik PT Kaltim Prima Coal (KPC) yang hilir mudik setiap hari. Padahal, jalan ini bukan hanya jalur distribusi hasil tambang, tetapi juga urat nadi aktivitas warga Kutim yang menggantungkan kehidupan sehari-hari pada akses tersebut.
Menurut dia, kondisi tersebut sangat memprihatinkan dan seharusnya mendapatkan pertanggungjawaban konkret dari semua pihak, terutama bagi perusahaan tambang yang selama ini banyak mengambil manfaat atas keberadaan ruas jalan tersebut. “Ini sangat memprihatinkan. Infrastruktur yang seharusnya jadi penopang utama aktivitas warga justru hancur karena eksploitasi berlebihan dan minim tanggung jawab,” tegas Apansyah, Kamis (05/06/2025) kemarin.
Fakta di lapangan memperlihatkan banyak titik lubang menganga, aspal retak, dan permukaan jalan yang tergenang lumpur saat hujan. Masyarakat sekitar kerap mengeluhkan risiko kecelakaan dan gangguan transportasi bahan pangan maupun layanan darurat. Meski situasi ini terjadi setiap tahun, perbaikan jalan kerap tersendat karena persoalan birokrasi.
Apansyah mengungkapkan, pihak DPRD telah memanggil perusahaan tambang untuk meminta penjelasan. Namun, KPC berdalih belum bisa melakukan perbaikan secara menyeluruh lantaran izin formal masih dalam proses, walaupun rekomendasi sudah diterbitkan. Kondisi ini menambah daftar panjang ketimpangan pembangunan di Kutim, wilayah yang ironisnya kaya sumber daya alam. “Infrastruktur dasar itu hak rakyat. Ketika jalan, air, dan listrik saja belum terpenuhi, artinya ada yang keliru dalam perencanaan pembangunan kita,” ujarnya.
Selain ruas Sangatta–Bengalon, Apansyah juga menyinggung jalur Sangatta–Rantau Pulung yang mengalami kerusakan serupa. Akses vital di tengah kawasan pertambangan ini hanya sesekali mendapat perbaikan tambal sulam yang tidak bertahan lama. “Perusahaan harus ikut bertanggung jawab. Mereka tak bisa hanya mengambil keuntungan dari tanah ini tanpa memperhatikan dampak ke masyarakat,” tutupnya.
Legislator dari daerah pemilihan Kutim itu menilai kerusakan jalan di wilayah tambang mencerminkan krisis keadilan pembangunan. Wilayah penghasil kekayaan negara justru terpinggirkan dari hak dasar infrastruktur yang layak. Ia pun mendesak agar pemerintah provinsi dan kabupaten lebih tegas dalam mendorong kewajiban korporasi memperbaiki kerusakan jalan yang mereka gunakan secara intensif.
Meski mengapresiasi proyek jalan provinsi Kutim–Berau melalui Jembatan Nibung yang ditargetkan rampung tahun ini, Apansyah menegaskan pembangunan strategis tidak boleh menutup mata terhadap penderitaan warga yang jalannya setiap hari dilalui truk-truk tambang bermuatan puluhan ton. []
Penulis: Muhamaddong | Penyunting: Agnes Wiguna