BEKASI — Suasana depan Kantor Wali Kota Bekasi diwarnai unjuk rasa puluhan warga Kampung Pangkalan Bambu, Kelurahan Margajaya, Kamis (03/07/2025). Aksi damai yang diikuti hampir 100 orang ini merupakan bentuk penolakan terhadap rencana penggusuran yang akan dilakukan Pemerintah Kota (Pemkot) Bekasi.
Dengan membentangkan poster dan spanduk bernada protes, para warga menyuarakan kekhawatiran mereka akan kehilangan tempat tinggal. Menurut Koordinator Lapangan (Korlap) aksi, Aldi, jika penggusuran tetap dilakukan, maka sebanyak 77 Kepala Keluarga (KK) terancam kehilangan tempat tinggal, termasuk di dalamnya 10 balita, 20 anak usia sekolah dasar, 15 siswa tingkat SMP, dan 3 siswa tingkat SMA.
“Kami warga Kampung Pangkalan Bambu menolak segala bentuk penggusuran paksa yang dilakukan oleh Wali Kota Bekasi. Kami minta agar penggusuran ini dibatalkan,” ujar Aldi kepada wartawan.
Warga mengungkapkan kekecewaannya terhadap sikap Pemkot Bekasi yang dinilai menutup pintu dialog. Beberapa permohonan audiensi yang diajukan sebelumnya tidak mendapatkan tanggapan. Alih-alih diberi ruang diskusi, warga justru menerima tiga kali surat peringatan yang dianggap sebagai sinyal kuat bahwa eksekusi penggusuran tinggal menunggu waktu.
“Hari ini kita melihat Wali Kota Bekasi tidak mengedepankan dialog, melainkan langsung bertindak represif. Tidak ada ruang demokrasi, tidak ada ruang musyawarah,” lanjut Aldi, Kamis (03/07/2025).
Ia menambahkan bahwa warga Kampung Pangkalan Bambu bukanlah penghuni liar seperti yang sering disematkan. Warga di kawasan tersebut memiliki dokumen resmi seperti Kartu Keluarga (KK), Kartu Tanda Penduduk (KTP), bahkan tercatat sebagai penerima sejumlah program bantuan sosial dari pemerintah pusat.
“Warga di sini memiliki hak yang sama dengan warga negara lainnya. Mereka penerima manfaat Program Keluarga Harapan (PKH), Kartu Indonesia Sehat (KIS), Kartu Indonesia Pintar (KIP), bahkan mereka tercatat sebagai pemilih dalam pemilu,” tegasnya.
Warga berharap Pemerintah Kota Bekasi tidak hanya melihat dari sisi administratif atau penguasaan lahan, tetapi juga mempertimbangkan aspek sosial, pendidikan anak-anak, dan keberlangsungan hidup masyarakat yang telah bermukim di sana bertahun-tahun.
Aksi damai tersebut ditutup dengan penyerahan surat tuntutan kepada perwakilan Pemerintah Kota Bekasi, yang isinya mendesak agar penggusuran dibatalkan dan dialog antara warga dan pemerintah segera difasilitasi. []
Diyan Febriana Citra.