Yunus Serukan Tindakan Global untuk Akhiri Krisis Rohingya

Yunus Serukan Tindakan Global untuk Akhiri Krisis Rohingya

DHAKA – Krisis Rohingya kembali menjadi sorotan dunia setelah Penasihat Utama Pemerintah Bangladesh, Muhammad Yunus, meluncurkan rencana tujuh poin pada konferensi tingkat tinggi PBB di New York, Selasa (30/09/2025). Peraih Nobel Perdamaian itu menyerukan agar masyarakat internasional tidak lagi mengabaikan penderitaan etnis Muslim Rohingya yang selama delapan tahun terakhir terus menghadapi ketidakpastian.

“Delapan tahun sejak genosida dimulai, penderitaan Rohingya terus berlanjut. Inisiatif untuk mengakhiri krisis ini masih berkurang. Pendanaan internasional menghadapi kekurangan yang mengkhawatirkan,” kata Yunus saat menyampaikan pidato pembuka.

Ia menegaskan, perhatian global terhadap Rohingya semakin memudar akibat berbagai krisis besar lain yang menyita perhatian dunia. Namun, menurutnya, masalah kemanusiaan ini tidak bisa terus ditunda. “Dunia tidak dapat membiarkan Rohingya menunggu lebih lama lagi untuk kembali ke rumah,” ujarnya.

Bangladesh saat ini menampung sekitar 1,3 juta pengungsi Rohingya di distrik pesisir Cox’s Bazar. Sebagian besar melarikan diri dari Myanmar pada 2017 ketika militer melakukan operasi keras di negara bagian Rakhine. Menurut data terbaru, 150 ribu orang di antaranya baru datang dalam 18 bulan terakhir, sehingga memperburuk kondisi kemanusiaan yang sudah rentan.

Yunus menekankan bahwa Bangladesh hanyalah korban dari krisis yang berakar di Myanmar. “Bangladesh adalah korban krisis. Kami terpaksa menanggung kerugian finansial, sosial, dan lingkungan yang sangat besar. Aktivitas kriminal, termasuk aliran narkoba ke Bangladesh melalui Rakhine, mengancam tatanan sosial kami,” jelasnya.

Dalam forum tersebut, Yunus menawarkan rencana tujuh poin yang disebutnya sebagai peta jalan realistis. Poin utama adalah repatriasi Rohingya secara aman, bermartabat, dan berkelanjutan, yang harus diawali dengan stabilisasi di Rakhine.

Ia juga mendorong komunitas internasional menekan Pemerintah Myanmar dan Tentara Arakan agar menghentikan kekerasan serta memulai repatriasi, termasuk bagi para pengungsi baru dan mereka yang mengungsi secara internal.

Usulan lain mencakup penguatan dukungan internasional untuk menstabilkan Rakhine, penempatan kehadiran sipil internasional sebagai pemantau, serta langkah-langkah membangun kepercayaan demi integrasi Rohingya dalam struktur masyarakat dan pemerintahan Rakhine.

Tak kalah penting, Yunus menekankan kebutuhan pendanaan global untuk mendukung rencana respons kemanusiaan, mewujudkan akuntabilitas hukum, serta menghancurkan jaringan ekonomi narkotika dan kejahatan lintas batas yang memperburuk situasi di wilayah tersebut.

“Hari ini, mari kita berjanji untuk bertindak bersama guna menyelesaikan krisis ini untuk selamanya,” seru Yunus menutup pidatonya.

Pidato Yunus di hadapan negara-negara anggota PBB dipandang sebagai upaya baru Bangladesh untuk mengembalikan perhatian global pada krisis Rohingya. Dengan beban sosial dan ekonomi yang semakin besar, Dhaka berharap solusi permanen dapat ditempuh melalui langkah diplomasi, tekanan internasional, dan tanggung jawab kolektif dunia. []

Diyan Febriana Citra.

Internasional