LEMBATA – Aktivitas vulkanik Gunung Ile Lewotolok kembali meningkat signifikan pada Senin (04/08/2025), ditandai dengan rangkaian letusan yang tercatat terjadi hingga 14 kali dalam rentang waktu enam jam. Letusan ini menjadi pengingat bahwa potensi ancaman dari gunung api aktif di wilayah Nusa Tenggara Timur (NTT) masih sangat nyata dan patut diwaspadai.
Pengamatan yang dilakukan oleh Pos Pengamat Gunung Api (PGA) Ile Lewotolok dari pukul 06.00 hingga 12.00 WITA menunjukkan bahwa erupsi disertai suara gemuruh dengan intensitas lemah hingga sedang. Ketinggian kolom abu tercatat mencapai 400 meter dari puncak.
“Teramati 16 kali letusan dengan tinggi 100-400 meter dan warna asap putih dan kelabu,” kata Syawaludin, petugas PGA Ile Lewotolok dalam keterangannya, Senin siang.
Lebih lanjut, dari hasil pencatatan seismograf, durasi setiap letusan bervariasi antara 34 hingga 63 detik, dengan amplitudo berkisar antara 1,9 hingga 27,7 milimeter. Tak hanya letusan, aktivitas vulkanik lainnya juga terpantau. Tercatat ada 14 kali gempa embusan dan satu kali gempa vulkanik dalam yang turut memperkuat indikasi peningkatan tekanan magma dari dalam perut gunung.
Secara visual, Gunung Ile Lewotolok tampak jelas pada sebagian besar waktu pengamatan, meski kadang tertutup kabut. Asap kawah yang berwarna putih hingga kelabu terpantau keluar dengan tekanan lemah dan intensitas tipis hingga sedang, menjulang setinggi 25-50 meter dari kawah.
Kondisi cuaca di sekitar puncak gunung tergolong mendukung proses pemantauan. Langit cerah hingga berawan, suhu berkisar 25-31 derajat Celcius, dan angin bertiup pelan ke arah barat dan barat laut.
Dengan meningkatnya aktivitas vulkanik ini, pihak otoritas menetapkan status Ile Lewotolok berada pada Level III atau Siaga. Masyarakat diminta meningkatkan kewaspadaan dan tidak beraktivitas dalam radius 3 kilometer dari pusat kawah, demi keselamatan jiwa.
“Demi keselamatan, kami mengimbau agar masyarakat menjauhi zona berbahaya sejauh 3 kilometer dari kawah aktif,” tambah Syawaludin.
Letusan Gunung Ile Lewotolok bukan hal baru bagi masyarakat Lembata. Namun, peningkatan frekuensi letusan dan aktivitas kegempaan menjadi sinyal penting bagi semua pihak, termasuk pemerintah daerah, untuk terus siaga menghadapi potensi erupsi susulan yang lebih besar. Kesiapsiagaan dan mitigasi risiko bencana menjadi kunci dalam menghadapi kondisi geologis yang terus berubah. []
Diyan Febriana Citra.