SUMENEP – Penyebaran campak di Kabupaten Sumenep, Jawa Timur, kian mengkhawatirkan. Hingga pertengahan Agustus 2025, tercatat 2.035 kasus suspek campak dengan 17 korban meninggal dunia. Kondisi ini membuat Pemerintah Provinsi Jawa Timur (Pemprov Jatim) menetapkan status kejadian luar biasa (KLB) sekaligus mempercepat pengiriman vaksin Measles-Rubella (MR).
Menurut data Sistem Kewaspadaan Dini dan Respons (SKDR), wabah campak di Sumenep sudah menjalar ke 26 kecamatan, baik di wilayah daratan maupun kepulauan. Tingginya angka kasus ini membuat Pemprov Jatim bersama Kementerian Kesehatan (Kemenkes) mendistribusikan 9.825 vial vaksin MR dari Surabaya. Vaksinasi massal akan dilaksanakan melalui outbreak response immunization (ORI) pada 25 Agustus 2025 hingga 14 September 2025.
“KLB Campak yang terjadi di Sumenep menjadi perhatian kita bersama. Kami sudah melakukan koordinasi dengan Dinas Kesehatan Sumenep dan Dinas Kesehatan Jatim serta Kemenkes,” ujar Gubernur Jatim, Khofifah Indar Parawansa, Jumat (22/08/2025).
Program ORI difokuskan pada anak usia 9 bulan hingga 6 tahun tanpa memperhatikan status imunisasi sebelumnya. “Secepatnya akan kami lakukan outbreak response immunization. Berdasarkan kajian epidemiologi sampai dengan 14 Agustus 2025 lalu, ORI campak akan dilakukan di 26 wilayah puskesmas di Sumenep untuk mencegah transmisi,” jelas Khofifah.
Selain imunisasi massal, pemerintah juga menyiapkan pelatihan kajian epidemiologi di 30 puskesmas serta memperkuat surveilans aktif di sejumlah rumah sakit, termasuk RSUD Dr H Moh Anwar, RSI Garam Kalianget, dan RSU Sumekar.
Namun, pemerintah menyadari bahwa pelaksanaan vaksinasi bukan hanya soal distribusi. Kepala Dinas Kesehatan Sumenep, Ellya Fardasah, menegaskan rendahnya cakupan imunisasi di daerah tersebut menjadi akar masalah cepatnya penyebaran wabah.
“Masih ada anak yang tidak mendapat imunisasi campak atau MR sesuai jadwal, baik karena keterbatasan akses, penolakan, maupun lupa,” ujar Ellya, Rabu (20/08/2025).
Penolakan imunisasi di Sumenep, kata Ellya, dipicu oleh berbagai mitos. “Ada juga anggapan bahwa imunisasi tidak halal hingga memiliki efek samping yang berat,” tambahnya. Kesalahpahaman ini diperparah oleh minimnya edukasi masyarakat dan tingginya mobilitas penduduk antarwilayah.
Sebagian warga juga masih menganggap campak sebagai penyakit ringan. Padahal, menurut tenaga medis, campak bisa menimbulkan komplikasi serius, mulai dari infeksi paru-paru hingga kematian. “Sebagian masyarakat masih menganggap campak sebagai penyakit ringan sehingga tidak segera mencari pertolongan medis,” kata Ellya.
Untuk memperkuat pencegahan, pemerintah melanjutkan program Bulan Imunisasi Anak Sekolah (BIAS) yang rutin digelar setiap Agustus dan November. Anak usia sekolah dasar menerima imunisasi MR, DT, Td, serta vaksin HPV bagi siswi kelas V dan VI.
Khofifah mengingatkan bahwa keberhasilan program ORI bergantung pada partisipasi masyarakat. “Saya juga meminta kepada masyarakat untuk aktif mendorong kepedulian terkait gejala, komplikasi, dan pencegahan campak dengan imunisasi. Intinya target pelaksanaan ORI ini minimal 95 persen agar anak-anak terlindungi dan nantinya membentuk herd immunity,” ucapnya.
Sebagai langkah tambahan, masyarakat juga diminta menjaga pola hidup sehat, memberikan vitamin A pada anak, serta melakukan isolasi mandiri bila muncul gejala campak ringan.
Dengan tingkat penularan virus campak yang sangat tinggi bahkan mencapai R0 17-18 pemerintah menilai percepatan vaksinasi dan edukasi publik menjadi kunci utama untuk meredam wabah di Sumenep. []
Diyan Febriana Citra.