21 Orang Dijerat Kasus Perusakan Polsek Malang

21 Orang Dijerat Kasus Perusakan Polsek Malang

JAWA TIMUR – Kepolisian Resor (Polres) Malang menetapkan sebanyak 21 orang sebagai tersangka kasus perusakan Kantor Kepolisian Sektor (Polsek) Pakisaji serta tiga pos polisi lain di Kabupaten Malang. Peristiwa itu terjadi pada Minggu (31/8) dini hari dan menimbulkan kerusakan di empat lokasi berbeda.

Kapolres Malang AKBP Danang Setiyo dalam keterangan pers di Malang, Senin (1/9), mengatakan dari total tersangka, 15 orang berusia dewasa, sedangkan enam lainnya masih berstatus anak di bawah umur.

“Ada dua laporan polisi yang menjadi dasar dan dari pengembangan ada 21 tersangka, di mana enam di antaranya merupakan anak,” ujar Danang.

Polisi mengungkap identitas tersangka dewasa, yakni SDA (22), MAF (19), TF (19), MRA (19), RJA (18), MAW (18), ADS (18), RAA (20), SAP (21), RP (20), MM (20), FSB (20), FFH (19), GP (24), dan IC (22). Sementara enam pelaku lain berusia 15–17 tahun.

Empat titik yang menjadi sasaran aksi anarkistis adalah Pos Lalu Lintas Kebonagung, Kantor Polsek Pakisaji, Pos Pantau Simpang 4 Kepanjen, serta Pos Laka 12.50 Satuan Lalu Lintas di Kepanjen.

Menurut Danang, aksi ini berawal dari percakapan di grup WhatsApp. Salah satu pelaku bernama FSB mengunggah seruan terkait situasi sosial dan politik. “Lalu ada seorang pelaku yang mengirimkan pesan narasi pos polisi saja,” katanya. Setelah itu, FSB kembali mengirimkan ajakan berkumpul, lalu para pelaku berangkat bersama-sama menggunakan kendaraan roda dua untuk melakukan perusakan.

Tindakan pertama dilakukan di Pos Lalu Lintas Kebonagung sekitar pukul 03.00 WIB, disusul penyerangan Kantor Polsek Pakisaji pukul 03.15 WIB. Tak berhenti di situ, sekitar pukul 03.30 WIB mereka kembali merusak Pos Simpang 4 Kepanjen, kemudian bergerak ke Pos Laka Satlantas di wilayah yang sama.

“Awalnya ada tiga orang yang diamankan oleh petugas sesaat setelah kejadian. Lalu dilakukan pengembangan hingga menjadi 21 orang tersangka,” jelas Danang.

Polisi menyebut para tersangka terprovokasi oleh informasi di media sosial serta kondisi sosial politik yang tengah berkembang. Atas perbuatannya, para pelaku dijerat Pasal 214 KUHP subsider Pasal 212 KUHP, atau Pasal 160 KUHP, atau Pasal 170 ayat (1) dan (2) KUHP, atau Pasal 406 KUHP, atau Pasal 45A ayat (1) dan (2) jo Pasal 28 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2024 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Ancaman hukuman maksimal tujuh tahun penjara menanti para tersangka.[]

Putri Aulia Maharani

Berita Daerah Kasus