YOGYAKARTA — Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) mencatat tonggak penting dalam upaya perlindungan lingkungan dan pelestarian budaya dengan ditetapkannya 24 situs geologi, hayati, dan budaya sebagai bagian dari Geopark Nasional Jogja. Penetapan resmi ini dilakukan oleh Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) melalui Surat Keputusan Menteri ESDM yang diserahkan langsung kepada Gubernur DIY Sri Sultan Hamengku Buwono X, Selasa (29/07/2025) di Kepatihan Yogyakarta.
Langkah ini tidak hanya mencerminkan pengakuan terhadap kekayaan alam dan budaya yang dimiliki DIY, tetapi juga menandai awal dari tata kelola yang lebih terarah dan berkelanjutan atas situs-situs tersebut.
Kepala Badan Geologi Kementerian ESDM, Muhammad Wafid, menyatakan, “Kami Kementerian ESDM menyerahkan salah satu surat keputusan menteri terkait dengan status Geopark Nasional untuk DIY. Hari ini Ngarsa Dalem (Sultan HB X) berkenan untuk menerima kami dalam penyerahan itu.”
Geopark Nasional Jogja meliputi 15 warisan geologi seperti Goa Kiskendo, Tebing Breksi Sambirejo, Gumuk Pasir Parangtritis, serta Puncak Kaldera Purba Kendil Suroloyo. Lima kawasan hayati, termasuk Taman Nasional Gunung Merapi-Segmen Sleman dan Cagar Alam Imogiri, juga masuk dalam cakupan geopark ini. Tak kalah penting, empat situs budaya seperti kawasan Keraton Yogyakarta, Pakualaman, dan tradisi Labuhan turut diakui sebagai bagian dari jaringan pelestarian.
Menurut Wafid, penetapan geopark ini menjadi landasan kuat untuk pengelolaan secara terpadu. “Di samping itu geo-heritage, biodiversity dan cultural diversity yang harus dikemas menjadi satu apa satu produk untuk keberlangsungan dan konservasi di DIY,” ujarnya.
Selain mengukuhkan status nasional, pemerintah daerah bersama kabupaten/kota juga menargetkan pengakuan di tingkat global melalui pendaftaran Geopark Nasional Jogja ke jaringan UNESCO Global Geopark (UGG). “Insya Allah, nanti Ngarsa Dalem bersama para bupati akan menyiapkan menjadi UNESCO Global Geopark,” tambah Wafid.
Sri Sultan Hamengku Buwono X menyambut baik keputusan ini sebagai pijakan hukum yang jelas bagi perlindungan kawasan. Ia menekankan pentingnya keberadaan regulasi untuk mencegah aktivitas perusakan, seperti pertambangan ilegal dan pembangunan yang tak sesuai dengan fungsi kawasan.
“Saya kira dengan keputusan seperti itu, kami yang di daerah ini punya kepastian dalam sistem manajemen. Mana yang mungkin itu heritage harus ada pelestarian, berarti tidak ditambang,” tegas Sultan.
Ia juga menyoroti pentingnya menjaga bentuk fisik kawasan agar tetap orisinal dan menjadi sumber ilmu, seperti Gumuk Pasir Parangtritis yang merupakan satu-satunya di Indonesia.
“Bangunan tinggi otomatis akan menghilangkan pola-pola yang ada di pasir. Sedangkan itu bisa menjadi pusat studi karena di Indonesia adanya hanya di situ,” ucapnya.
Melalui penetapan geopark ini, DIY tidak hanya menjaga warisan, tetapi juga membuka peluang pengembangan pariwisata berbasis konservasi. Langkah ini sekaligus memperkuat posisi Yogyakarta dalam diplomasi budaya dan lingkungan di level global.
“Saya kira keputusan ini bagi kami sangat bermanfaat untuk kepastian bagi masyarakat sendiri maupun bagi pemerintah daerah,” tutup Sultan. []
Diyan Febriana Citra.