PEMATANGSIANTAR – Ketegangan antara aparat Satpol PP dan para pedagang kaki lima (PKL) di Kota Pematangsiantar, Sumatera Utara, mulai menemukan titik terang. Setelah tiga hari tidak berjualan akibat surat larangan dari pemerintah kota, puluhan PKL mendatangi kantor Satpol PP di Jalan MH Sitorus, Senin (04/08/2025), untuk mencari kepastian nasib usaha mereka.
Kehadiran para pedagang ini merupakan reaksi atas surat larangan berjualan yang mulai diberlakukan sejak 1 Agustus 2025. Surat tersebut, yang ditandatangani Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Satpol PP Farhan Zamzamy, mengacu pada Peraturan Daerah Nomor 9 Tahun 1992 tentang kewajiban menjaga kebersihan, keindahan, dan ketertiban umum.
Farhan menjelaskan bahwa tindakan ini bukan bentuk penggusuran, melainkan langkah penataan. Ia menegaskan bahwa sasaran utama adalah area yang dinilai mengganggu aktivitas publik, seperti trotoar depan Kantor DPRD dan sekitar Lapangan H. Adam Malik.
“Kami tidak ingin menggusur, kami ingin menata PKL yang selama ini berusaha. Kami ingin hak-hak pedagang tetap diperhatikan, tapi hak pejalan kaki juga harus dilindungi,” kata Farhan usai pertemuan.
Beberapa kesepakatan diambil dalam dialog tersebut. Di antaranya, PKL hanya boleh menggunakan dua pertiga bagian jalan atau trotoar untuk berjualan. Pedagang juga dilarang menggunakan kendaraan seperti mobil untuk berjualan karena dianggap mengganggu akses publik.
Farhan menambahkan bahwa pihaknya akan mendampingi para pedagang dalam simulasi penataan agar proses relokasi berjalan kondusif. Ia juga menegaskan bahwa usaha permainan tidak diperkenankan beroperasi di area tersebut.
“Kami berharap jangka panjangnya ada regulasi daerah yang mengatur aktivitas PKL secara komprehensif sehingga mereka juga bisa memberikan kontribusi bagi daerah,” tambah Farhan.
Sementara itu, perwakilan dari Ikatan Pedagang Kaki Lima Siantar (Ipaksi), M. Nurdin, menyatakan bahwa pedagang tidak menolak penataan selama ada komunikasi dan kejelasan aturan. Ia menyebutkan bahwa banyak dari mereka sudah berdagang di kota tersebut sejak lebih dari dua dekade.
“Kami sadar berdagang di ruang publik tentu harus ada aturannya. Kami terbuka untuk kerja sama dengan pemerintah supaya tidak ada yang dirugikan, termasuk pengguna jalan,” kata Nurdin.
Ia menyebutkan, ada sekitar 34 pedagang yang terdampak larangan tersebut, yang mayoritas berlokasi di Jalan MH Sitorus, Lapangan Adam Malik, dan Jalan Perintis Kemerdekaan.
Sikap terbuka dari kedua pihak ini dinilai sebagai langkah positif menuju penyelesaian berkelanjutan. Pemerintah daerah diharapkan segera menyusun regulasi baru untuk menjamin kepastian hukum bagi PKL sekaligus menjaga ketertiban kota. []
Diyan Febriana Citra.