BENGKULU – Kasus dugaan korupsi dana desa kembali menyeret nama seorang pejabat publik. Kali ini, Kejaksaan Negeri (Kejari) Bengkulu Tengah menetapkan anggota DPRD setempat berinisial SM sebagai tersangka dalam perkara dugaan korupsi dana desa yang terjadi selama ia menjabat sebagai Kepala Desa Rindu Hati, Kabupaten Bengkulu Tengah, Provinsi Bengkulu.
SM yang kini duduk sebagai legislator dari Partai Amanat Nasional (PAN), sebelumnya menjabat sebagai kepala desa selama dua periode, tepatnya dari 2015 hingga 2021. Ia diduga melakukan sejumlah penyimpangan dalam pengelolaan dana desa dari tahun anggaran 2016 hingga 2021.
Penetapan tersangka dilakukan setelah penyidik Kejari melakukan serangkaian pemeriksaan dan penyelidikan yang mengarah pada indikasi kuat praktik korupsi. SM resmi ditahan di Rutan Klas IIB Bengkulu mulai Selasa (05/08/2025) untuk 20 hari pertama masa penahanan.
Kepala Kejari Bengkulu Tengah, Firman Halawa, melalui Kasi Intelijen Yudi Adiyansyah, menyampaikan kepada media bahwa SM mencairkan anggaran honorarium untuk perangkat desa, tetapi tidak menyalurkannya sebagaimana mestinya.
“Honor perangkat desa tidak dibayarkan, tetapi dalam laporan pertanggungjawaban seolah-olah telah dibayarkan,” ujar Yudi saat konferensi pers di kantor Kejari, Selasa sore.
Selain itu, SM juga disebut melakukan hal serupa terhadap insentif Tim Pelaksana Kegiatan (TPK) pembangunan desa. Meski dana telah dicairkan dan dicatat dalam laporan keuangan desa, namun insentif tidak pernah diberikan kepada para penerima yang berhak.
Lebih lanjut, penyidik menemukan adanya ketidaksesuaian antara laporan realisasi fisik pembangunan di Desa Rindu Hati dengan kondisi nyata di lapangan. Sejumlah proyek yang tercatat selesai, diduga tidak benar-benar direalisasikan sesuai perencanaan.
“Kasus ini masih terus dikembangkan. Kami tidak menutup kemungkinan adanya pihak-pihak lain yang ikut terlibat dalam dugaan tindak pidana korupsi ini,” jelas Yudi.
Saat ini, Kejari Bengkulu Tengah bekerja sama dengan lembaga terkait untuk menghitung total kerugian negara akibat perbuatan tersangka. Meski jumlah pastinya belum dirilis, indikasi kerugian diyakini cukup besar mengingat rentang waktu penyimpangan yang berlangsung selama lima tahun anggaran.
Kasus ini kembali menyoroti lemahnya pengawasan dan transparansi dalam pengelolaan dana desa di tingkat lokal. Dana yang seharusnya digunakan untuk peningkatan kesejahteraan dan pembangunan desa, justru berujung menjadi celah korupsi oleh pejabat setempat.
Masyarakat diharapkan tetap kritis dan ikut mengawasi pelaksanaan anggaran di desa, agar tujuan utama dana desa sebagai motor pembangunan akar rumput benar-benar tercapai. []
Diyan Febriana Citra.