SAMARINDA — Gelombang kekecewaan memuncak di kalangan pengemudi taksi daring di Samarinda. Sekitar 200 orang yang tergabung dalam Aliansi Mitra Kaltim Bersatu (AMKB) menggelar aksi damai di depan kantor Grab, Jalan Wahid Hasyim 1, Kelurahan Sempaja Timur, Kamis (07/08/2025). Mereka menyuarakan keresahan terkait dugaan pelanggaran tarif yang ditetapkan dalam Surat Keputusan (SK) Gubernur Kalimantan Timur Nomor 100.3.3.1/K.673/2023.
Aksi ini mencerminkan kondisi ekonomi yang kian menekan para mitra pengemudi. Koordinator aksi, Yohanes, menyampaikan bahwa kesepakatan tarif yang telah dirumuskan bersama antara Grab, Maxim, dan Gojek, kini dilanggar, merugikan ribuan pengemudi di daerah tersebut.
“Tiga minggu lalu kami sudah sepakat. Maxim, Gojek, Grab sudah ikut aturan, tarif bersihnya Rp 18.800 per 4 kilometer, batas bawah Rp 5.000, batas atas Rp 7.000. Tapi tiba-tiba tarif turun lagi,” ungkap Yohanes di sela-sela aksi.
Menurutnya, kebijakan pemotongan tarif bermula dari Maxim, namun yang disesalkan, Grab sebagai pemain besar juga turut menurunkan tarif. “Setelah Maxim menurunkan, Grab juga ikut-ikutan. Ini jelas melanggar kesepakatan dan SK Gubernur,” ujarnya dengan nada tegas.
AMKB dalam aksinya menuntut dua hal: pertama, pengembalian tarif sesuai ketentuan SK Gubernur; kedua, desakan kepada Dinas Perhubungan dan pemerintah daerah agar bersikap adil terhadap seluruh penyedia aplikasi transportasi daring.
“Yang kami tuntut bukan cuma tarif, tapi keadilan. Pemerintah harus netral, jangan ada yang dibela. Semua aplikasi harus patuh,” kata Yohanes.
Salah satu pengemudi, Sahrul Razi, mengungkap bahwa kebijakan pemotongan tarif tidak hanya berdampak pada kesejahteraannya, tetapi juga memicu kebingungan konsumen. Ia menyatakan bahwa perusahaan seperti Grab kerap menyebut penurunan tarif sebagai promo, namun kenyataannya, potongan tarif itu dibebankan langsung ke mitra.
“Grab katanya kasih promo, tapi bukan disubsidi. Tarifnya memang langsung turun. Kalau dulu pelanggan bayar Rp 15 ribu, kita tetap terima Rp 18 ribu. Tapi sekarang tarif bersih ke kita juga ikut turun,” ujar Sahrul. Ia menambahkan, “Orang jadi bingung, mereka pikir tarif Grab murah karena promo. Padahal yang dikorbankan itu drivernya.”
Menyikapi belum adanya respons tegas dari Grab maupun pemerintah, AMKB merencanakan aksi lanjutan yang lebih besar. Mereka berencana menggeruduk Kantor Gubernur Kalimantan Timur pada Senin pekan depan, dengan massa yang lebih banyak.
“Kami akan turun lebih banyak. Kalau masih tidak ada perubahan, kami minta pemerintah tutup operasional aplikasi yang melanggar, termasuk Grab,” tegas Yohanes menutup orasinya.
Aksi ini menjadi penanda penting bahwa penyesuaian tarif transportasi daring tidak bisa hanya menjadi urusan internal perusahaan. Perlu peran aktif pemerintah untuk memastikan regulasi yang telah dibuat benar-benar ditegakkan demi keadilan ekonomi, khususnya bagi para mitra pengemudi yang menjadi ujung tombak layanan. []
Diyan Febriana Citra.