Warga Protes TPA Bangkonol, Ancam Blokade Truk Sampah

Warga Protes TPA Bangkonol, Ancam Blokade Truk Sampah

PADEGELANG – Ketegangan antara warga dan pemerintah daerah kembali mencuat di Kecamatan Koroncong, Kabupaten Pandeglang, Banten, menyusul keberadaan Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Bangkonol yang dinilai menimbulkan dampak buruk terhadap lingkungan dan kesehatan masyarakat. Sorotan publik menguat setelah warga dua desa, yakni Bangkonol dan Tegal Longok, menyatakan protes keras dan ancaman aksi lebih lanjut terhadap operasional TPA.

Aksi protes warga pecah pada Kamis (07/08/2025) dengan pemblokiran akses menuju TPA dan ancaman membajak truk-truk pengangkut sampah. Tak hanya itu, warga juga melontarkan wacana untuk membuang sampah ke kantor Dinas Lingkungan Hidup (DLH) sebagai simbol kekecewaan terhadap respons pemerintah yang dianggap lamban dan tidak berpihak.

“Kami sudah berkali-kali menyampaikan keluhan, dari DLH, DPRD, sampai ke sekda. Tapi tidak pernah ada solusi konkret. Hidung kami tidak merdeka dari bau busuk, lalat hijau masuk rumah, bertelur di makanan,” ungkap Ahmad Yani, salah satu warga, Jumat (08/08/2025).

Masalah ini kian membesar dengan munculnya rencana kiriman sampah dari Kota Tangerang Selatan sebesar 500 ton per hari ke TPA Bangkonol. Padahal, saat ini saja, kiriman dari Kabupaten Serang sebanyak 160 ton per hari sudah membuat TPA nyaris tidak terkendali. Situasi ini menimbulkan kekhawatiran di tengah masyarakat akan ancaman pencemaran dan risiko kesehatan yang lebih parah.

Sementara itu, Wakil Bupati Pandeglang, Iing Andri Supriadi, mengakui bahwa operasional TPA Bangkonol masih menggunakan metode open dumping yang telah usang dan rawan mencemari lingkungan. Pemkab Pandeglang bahkan sudah mendapat teguran resmi dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan serta diberi tenggat waktu selama 180 hari untuk beralih ke sistem sanitary landfill.

“Ini memang bukan keputusan populer, tapi bantuan dari Pemkot Tangerang Selatan sebesar Rp 40 miliar akan kami gunakan untuk memperluas lahan, membeli alat berat dan mesin pemilah sampah,” kata Iing dalam keterangannya.

Di sisi lain, warga tetap mendesak agar pemerintah daerah menunda atau bahkan membatalkan kerja sama dengan Pemkot Tangerang Selatan. Mereka menuntut adanya peninjauan ulang terhadap kebijakan pemrosesan sampah serta pelibatan masyarakat dalam perencanaan kebijakan lingkungan.

Penolakan terhadap kebijakan tersebut juga ramai digaungkan di media sosial dengan tagar #SaveBangkonol. Masyarakat sipil, aktivis lingkungan, hingga akademisi ikut menyuarakan perlunya transparansi, keadilan ekologis, serta perlindungan terhadap hak warga untuk hidup dalam lingkungan yang sehat.

Situasi ini menjadi cerminan konflik kepentingan antara kebutuhan pengelolaan sampah regional dengan hak dasar warga lokal. Jika tidak segera diselesaikan melalui pendekatan partisipatif dan solusi teknis yang memadai, konflik sosial dan lingkungan di Bangkonol dikhawatirkan akan terus memburuk. []

Diyan Febriana Citra.

Berita Daerah Hotnews