KUPANG – Kesedihan mendalam menyelimuti keluarga besar almarhum Prada Lucky Chepril Saprutra Namo, prajurit TNI Angkatan Darat yang meninggal dunia diduga akibat penganiayaan oleh sejumlah seniornya. Prosesi pemakaman berlangsung pada Sabtu (09/08/2025) pukul 12.00 WITA di Tempat Pemakaman Umum (TPU) Kapadala, Kupang, Nusa Tenggara Timur.
Suasana duka sudah terasa sejak pagi di rumah duka yang berada di Asrama TNI Kuanino. Keluarga, kerabat, dan rekan-rekan almarhum silih berganti datang untuk memberikan penghormatan terakhir. Pemakaman diawali dengan ibadah bersama yang dipimpin oleh tokoh rohani setempat.
Sersan Mayor Christian Namo, ayah almarhum, dengan suara bergetar menyampaikan bahwa pemakaman baru dilakukan pada Sabtu siang karena keluarga menunggu kedatangan kakak perempuan Prada Lucky yang baru tiba di Kupang hari itu. Meski berat melepas kepergian sang anak, ia menegaskan bahwa keluarga tetap menuntut proses hukum yang transparan.
“Saya harapkan proses hukumnya dilakukan secara transparan dan para pelakunya harus diproses hukum,” tegasnya.
Prada Lucky meninggal dunia di rumah sakit di Nagekeo pada Rabu (06/08/2025) setelah menjalani perawatan beberapa hari. Ia sebelumnya dilaporkan mengalami luka serius yang diduga akibat penganiayaan oleh sejumlah seniornya di satuan tugasnya. Kasus ini memicu keprihatinan publik, terutama terkait praktik kekerasan di lingkungan militer yang berulang kali menjadi sorotan.
Keluarga besar dan masyarakat sekitar berharap kematian Prada Lucky menjadi momentum bagi pihak TNI untuk memperbaiki sistem pembinaan prajurit, sekaligus menghapus praktik kekerasan yang dinilai tidak sejalan dengan nilai-nilai kemanusiaan maupun disiplin militer yang sesungguhnya.
Dari sisi penegakan hukum, Komando Daerah Militer IX/Udayana memastikan sudah memeriksa sekitar 20 prajurit yang bertugas di satuan yang sama dengan almarhum.
“Yang kami terima itu informasi sekitar 20 orang, tetapi dalam kapasitas dimintai keterangan. Keputusan akhirnya tetap mengikuti proses yang berlaku dari tim investigasi,” jelas Wakil Kepala Pendam IX/Udayana, Letkol Inf. Amir Syarifudin di Denpasar, Bali.
Dari jumlah tersebut, empat prajurit telah diamankan oleh Subdenpom Kupang. Namun, status hukum mereka masih belum dipastikan.
“Empat orang itu kapasitas apa? Apakah dia dalam tahanan sifatnya untuk mengamankan ataukah memang dia yang terduga (belum tahu). Kami menghormati proses investigasi yang sedang berjalan,” tambah Amir.
Kasus ini kini menjadi perhatian luas. Aktivis HAM dan pemerhati militer mendesak agar proses hukum tidak hanya berhenti pada pelaku lapangan, tetapi juga menyentuh pihak yang bertanggung jawab atas pengawasan dan pembinaan prajurit. Harapannya, kematian Prada Lucky menjadi peringatan keras agar kekerasan serupa tak lagi menelan korban di tubuh TNI. []
Diyan Febriana Citra.