Kejati Bengkulu Tahan Dua Tersangka Kredit Sawit Rp119 M

Kejati Bengkulu Tahan Dua Tersangka Kredit Sawit Rp119 M

BENGKULU – Kejaksaan Tinggi (Kejati) Bengkulu resmi menahan dua orang yang diduga terlibat dalam penyalahgunaan kewenangan pemberian kredit perbankan kepada PT Desaria Plantation Mining (DPM), perusahaan kelapa sawit yang beroperasi di Kabupaten Kaur. Penetapan tersangka dilakukan pada Kamis (14/08/2025) malam setelah penyidik menemukan indikasi pelanggaran serius dalam proses pemberian kredit bernilai fantastis.

Kedua tersangka adalah Sartono, pensiunan bankir yang pernah menjabat sebagai Wakil Kepala Divisi Bisnis Agro periode 2016–2019, dan Faris Abdul Rahim, seorang pegawai swasta di bank yang sama. Asisten Intelijen Kejati Bengkulu, David Palapa Duarsa, menjelaskan bahwa kredit yang diberikan mencapai Rp119 miliar.

“Kami telah menetapkan dan melakukan penahanan terhadap dua orang tersangka dalam perkara dugaan tindak pidana korupsi, penyalahgunaan kewenangan dalam pemberian fasilitas kredit kepada PT DPM berlokasi di Kabupaten Kaur,” ujar David dalam keterangan tertulis yang diterima pada Jumat (15/08/2025).

Berdasarkan Surat Perintah Penyidikan tertanggal 25 Juli 2025, nilai pasti kerugian negara masih dihitung oleh tim ahli. Namun, indikasi kerugian sudah terlihat dari sejumlah temuan di lapangan.

Ketua Tim Penyidik Kejati Bengkulu, Candra Kirana, mengungkapkan bahwa kredit ini diajukan pada September 2016 dengan jaminan Hak Guna Usaha (HGU) seluas 2.489 hektare. HGU tersebut tercatat dalam Surat Keputusan Kementerian Agraria dan Tata Ruang/BPN Nomor 81 Tahun 2016 dan diterbitkan oleh Kantor Pertanahan Kaur. Lahan dibagi menjadi dua HGU yang kemudian dijadikan agunan kredit.

Namun, ketika kredit mengalami kemacetan, pihak bank berupaya melelang aset jaminan sejak 2021. Hingga 7 Juli 2025, seluruh proses lelang gagal karena tidak ada penawaran. Hasil pengecekan di lapangan justru menemukan sebagian lahan HGU tersebut merupakan tanah milik warga yang belum pernah menerima ganti rugi. Bahkan, ada pula tanah masyarakat yang masuk dalam area HGU secara sepihak.

“Dari hasil pengecekan di lapangan, sebagian HGU yang dilelang merupakan tanah milik masyarakat yang belum diganti rugi. Ada juga tanah warga yang masuk HGU sehingga kami menyimpulkan proses tersebut bermasalah,” kata Candra.

Selain masalah pada agunan, penyidik menemukan bahwa dana kredit Rp119 miliar tersebut tidak digunakan secara optimal. Alih-alih dipakai untuk memperluas kebun atau memelihara tanaman kelapa sawit seperti rencana awal, dana diduga digunakan untuk kepentingan lain yang belum diungkap. Akibatnya, produktivitas perusahaan tidak berkembang, dan kredit pun macet.

Kasus ini menambah daftar panjang dugaan korupsi di sektor perkebunan yang melibatkan aset lahan berskala besar. Proses hukum kini masih berjalan, sementara Kejati Bengkulu memastikan akan memanggil pihak-pihak lain yang dianggap mengetahui atau terlibat dalam proses pemberian kredit bermasalah tersebut. []

Diyan Febriana Citra.

Berita Daerah Hotnews