Gunung Ile Lewotolok Meletus 50 Kali dalam 6 Jam, Warga Diminta Waspada

Gunung Ile Lewotolok Meletus 50 Kali dalam 6 Jam, Warga Diminta Waspada

LEMBATA – Aktivitas vulkanik Gunung Ile Lewotolok di Kabupaten Lembata, Nusa Tenggara Timur (NTT), kembali menunjukkan peningkatan signifikan. Dalam kurun waktu enam jam pada Sabtu (23/08/2025) dini hari, pos pengamatan mencatat 50 kali letusan yang disertai suara gemuruh. Intensitas letusan yang terjadi secara beruntun ini menegaskan bahwa gunung setinggi 1.423 meter itu masih berada dalam fase aktif dan patut diwaspadai.

Syawaludin, petugas Pos Pengamatan Gunung Api (PGA) Ile Lewotolok, menyampaikan bahwa letusan tersebut terekam pada periode pengamatan pukul 00.00 Wita hingga 06.00 Wita. “Letusan sebanyak 50 kali dengan amplitudo 4,9–35,9 mm, dan durasi sekitar 31–52 detik,” ujarnya, Sabtu pagi.

Letusan tersebut umumnya disertai suara gemuruh dengan kekuatan lemah hingga sedang. Data pemantauan juga menunjukkan adanya 32 kali gempa embusan dalam periode yang sama, menandakan aktivitas magma di dalam perut gunung masih sangat tinggi. “Letusan disertai gemuruh lemah hingga sedang,” imbuh Syawaludin.

Secara visual, Gunung Ile Lewotolok terpantau jelas dari pos pengamatan. Asap kawah berwarna putih hingga kelabu tampak keluar dengan tekanan lemah, mencapai ketinggian 25–50 meter di atas puncak. Dalam beberapa letusan, kolom abu teramati naik lebih tinggi, yakni 200–400 meter, dengan warna dominan putih dan kelabu.

Hingga saat ini, status gunung berapi tersebut masih berada pada Level III atau Siaga. Kondisi ini berarti masyarakat yang bermukim di sekitar gunung perlu meningkatkan kewaspadaan. Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) bersama Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) terus mengimbau agar warga mengikuti arahan resmi dan tidak melakukan aktivitas dalam radius yang direkomendasikan.

Selain ancaman abu vulkanik, masyarakat juga diingatkan pada potensi bahaya sekunder berupa banjir lahar apabila terjadi hujan deras di sekitar puncak gunung. Pengalaman dari erupsi sebelumnya menunjukkan bahwa material vulkanik dapat terbawa arus sungai dan menimbulkan kerugian besar bagi permukiman maupun lahan pertanian.

Meski aktivitas gunung terpantau tinggi, beberapa warga masih beraktivitas seperti biasa di lahan pertanian dan perkebunan mereka. Namun, pemerintah daerah menegaskan pentingnya kesiapsiagaan. Posko-posko siaga bencana telah dipersiapkan untuk menampung masyarakat apabila sewaktu-waktu terjadi erupsi besar yang mengharuskan evakuasi.

Syawaludin menegaskan bahwa pihaknya akan terus memperbarui informasi perkembangan gunung kepada masyarakat. “Kami minta masyarakat tetap tenang, tidak panik, tetapi tetap waspada dan selalu mengikuti informasi dari pihak berwenang,” tandasnya.

Dengan frekuensi letusan yang semakin sering, perhatian kini tidak hanya tertuju pada potensi erupsi besar, tetapi juga dampak jangka panjang terhadap kesehatan dan perekonomian warga. Abu vulkanik berpotensi mengganggu aktivitas sehari-hari, mulai dari kualitas udara, akses transportasi, hingga ketersediaan air bersih. Oleh karena itu, langkah-langkah mitigasi menjadi kunci dalam menghadapi dinamika gunung api yang tidak dapat diprediksi. []

Diyan Febriana Citra.

Berita Daerah Hotnews