AMBON – Puluhan pemuda asal Pulau Buru, Maluku, melakukan aksi unjuk rasa di depan Kantor Gubernur Maluku, Rabu (27/08/2025). Mereka datang sambil membawa keranda jenazah sebagai simbol “matinya kepedulian pemerintah” terhadap pembangunan infrastruktur jalan lingkar Ambalau yang menghubungkan tujuh desa di Kecamatan Ambalau, Kabupaten Buru Selatan (Bursel).
Aksi teatrikal itu memantik perhatian publik lantaran masalah jalan lingkar Ambalau telah berlangsung bertahun-tahun tanpa kejelasan. Koordinator lapangan II aksi, Abdurahman Moni, menyatakan bahwa persoalan ini sudah melewati tiga periode kepemimpinan di Kabupaten Buru Selatan. Namun hingga kini, janji perbaikan jalan hanya tinggal janji.
“Sudah 15 tahun ganti pemimpin terus janji, tapi pemkab tidak bisa bangun jalan lingkar. Selama ini warga harus menempuh jalur laut sampai 1 jam bahkan lebih. Sebab jalan belum dibangun,” ujar Moni.
Menurutnya, warga di Kecamatan Ambalau sebenarnya telah menunjukkan iktikad baik dengan menghibahkan lahan perkebunan cengkih dan pala demi membuka akses darat. Tetapi karena tidak ada tindak lanjut dari pemerintah kabupaten, jalur yang sempat terbuka kini tertutup kembali oleh rumput.
“Kalau lewat darat itu bisa 30 menit saja. Jalan itu sudah ada, warga sudah korbankan lahan mereka. Tapi pemerintah kabupaten ini tidak bangun jalan, akhirnya rumput sudah tumbuh menutup jalan,” lanjutnya.
Kondisi ini membuat warga harus terus bergantung pada transportasi laut yang memakan waktu lebih lama serta biaya lebih tinggi. Padahal jalan lingkar darat dipandang mampu memangkas waktu perjalanan dan mendukung distribusi hasil bumi, terutama komoditas cengkih dan pala, yang menjadi sumber penghidupan utama masyarakat.
Kekecewaan para pemuda makin memuncak karena pemerintah kabupaten dinilai tidak memiliki prioritas dan keberpihakan yang jelas. Karena itu, massa aksi mendesak agar proyek pembangunan jalan lingkar diambil alih langsung oleh Pemerintah Provinsi Maluku.
“Kami sudah pesimistis jika hanya berharap kepada Pemkab Bursel. Jalan ini penting, bukan sekadar kebutuhan transportasi, tapi juga urat nadi perekonomian masyarakat Ambalau,” tegas Moni.
Aksi dengan membawa keranda ini menjadi bentuk kritik keras kepada pemerintah daerah. Pesan simboliknya jelas: harapan warga Ambalau seolah telah “dimakamkan” akibat kelambanan pemerintah dalam memenuhi hak dasar warganya untuk mendapatkan infrastruktur layak.
Kini, publik menunggu respons dari Pemerintah Provinsi Maluku maupun Pemkab Buru Selatan. Apakah aspirasi warga Ambalau hanya akan kembali menjadi janji, atau benar-benar dijawab dengan aksi nyata membangun jalan lingkar yang sudah lama dinantikan. []
Diyan Febriana Citra.