PASER – Sepanjang Juli 2024 hingga Juli 2025, tercatat 103 anak di Kabupaten Paser menikah di bawah usia 19 tahun. Selain itu, sebanyak 20 anak mengalami kehamilan sebelum menikah. Angka ini menjadi perhatian serius Pemerintah Kabupaten Paser untuk menekan kasus pernikahan anak.
Kepala Dinas Pengendalian Penduduk, Keluarga Berencana, Pemberdayaan Perempuan, dan Perlindungan Anak (DP2KBP3A) Kabupaten Paser, Amir Faisol, menyampaikan hal tersebut saat menjadi narasumber dalam kegiatan Pengembangan Komunikasi, Informasi, dan Edukasi (KIE) terkait dampak perkawinan usia anak. Kegiatan berlangsung di Hotel Kyriad Sadurengas, Tanah Grogot, Selasa (2/9/2025).
Kegiatan ini melibatkan Kantor Kementerian Agama Kabupaten Paser, camat, kepala desa, serta aktivis perlindungan anak. Narasumber lainnya antara lain Kasie Binmas Kementerian Agama Paser, Muhammad Sahrul, dan psikolog DP2KBP3A, Kaffah Azizah Rachim.
Amir Faisol menekankan, Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 menetapkan batas usia minimal perkawinan adalah 19 tahun bagi laki-laki maupun perempuan. Namun, masih banyak permohonan dispensasi perkawinan yang diajukan ke Pengadilan Agama, sebagian besar dengan alasan ekonomi keluarga. Menurut Amir, perkawinan anak bukan solusi dan justru menimbulkan masalah lebih kompleks bagi anak dan keluarga.
Melalui kegiatan KIE, diharapkan para camat, kepala desa, dan aktivis perlindungan anak memahami strategi komunikasi, edukasi, serta pola pengasuhan anak yang tepat. “Dengan begitu, kita dapat membangun sinergi antar OPD, lembaga masyarakat, dan dunia usaha untuk pemenuhan hak anak menuju Generasi Emas 2045,” ujar Amir.
Pemerintah Kabupaten Paser berkomitmen untuk meningkatkan edukasi dan pengawasan, agar angka pernikahan anak dapat ditekan, sekaligus memperkuat hak-hak anak dalam berbagai aspek, mulai dari kesehatan, pendidikan, hingga perlindungan sosial.[]
Putri Aulia Maharani