SEMARANG – Sidang kasus pemerasan dan perundungan di Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Anestesi Universitas Diponegoro (Undip) kembali menjadi sorotan publik. Terdakwa utama, Zara Yupita Azra, dituntut jaksa dengan hukuman penjara 1 tahun 6 bulan dalam sidang yang digelar di Pengadilan Negeri Semarang, Rabu (10/09/2025).
Jaksa Penuntut Umum (JPU) Efrita menyatakan bahwa terdakwa terbukti melakukan pemerasan serta pengancaman terhadap almarhumah Aulia Risma Lestari, mahasiswi PPDS Anestesi Undip. Tindakan tersebut, menurut jaksa, sesuai dengan dakwaan Pasal 368 ayat 1 KUHP dan Pasal 64 ayat 1 KUHP.
“Terdakwa Zara dituntut pidana penjara selama 1 tahun dan 6 bulan dikurangi dengan masa penangkapan dan masa penahanan yang telah dijalani,” ujar JPU dalam persidangan.
Perbuatan itu dilakukan dalam kurun waktu Juni 2022 hingga Januari 2023. Jaksa menilai, aksi Zara dilakukan secara terstruktur dan masif, yang menciptakan iklim ketakutan di lingkungan pendidikan dokter spesialis.
“Terdakwa selaku residen di lingkungan pendidikan seharusnya tidak membiarkan budaya informalitas kuasa absolut terlebih dalam lingkungan dunia pendidikan,” tegas JPU.
Menurutnya, perbuatan terdakwa berdampak serius karena menimbulkan rasa keterpaksaan, tekanan psikologis, hingga hilangnya kebebasan para residen. Lingkungan yang seharusnya menjadi ruang belajar justru berubah menjadi suasana intimidatif.
Meski begitu, jaksa tetap mempertimbangkan faktor yang meringankan, antara lain sikap terdakwa yang sopan selama persidangan, pengakuan atas perbuatannya, serta penyesalan yang disampaikan di hadapan majelis hakim.
Selepas pembacaan tuntutan, Zara menyatakan akan menyampaikan pembelaan, baik secara pribadi maupun melalui kuasa hukumnya.
Persidangan yang mendapat perhatian luas ini juga dihadiri langsung oleh ibu almarhumah Aulia Risma, Nuzmatun Malinah. Kehadirannya menjadi pengingat bahwa kasus ini berawal dari tragedi kehilangan yang mengguncang dunia pendidikan kedokteran Indonesia.
Selain Zara, ada dua terdakwa lain yang terlibat dalam kasus PPDS Anestesiologi, yaitu Taufik Eko Nugroho dan Sri Maryani. Keduanya menjalani persidangan terpisah dengan berkas tuntutan masing-masing. Ketiganya tampak hadir di ruang sidang dengan mengenakan masker putih dan lebih banyak menunduk selama jalannya persidangan.
Kasus yang berawal dari meninggalnya Aulia Risma telah membuka tabir tentang praktik perundungan dan pemerasan di dunia pendidikan dokter. Masyarakat kini menunggu langkah tegas pengadilan untuk memastikan agar peristiwa serupa tidak kembali terulang di masa depan. []
Diyan Febriana Citra.