JAKARTA — Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada Jumat (12/9) mengesahkan resolusi tidak mengikat yang menyerukan penerapan solusi dua negara dalam konflik Israel–Palestina. Resolusi ini sekaligus menegaskan dukungan terhadap pengakuan Palestina sebagai sebuah negara merdeka.
Dari total 193 negara anggota PBB, sebanyak 142 negara memberikan suara mendukung resolusi yang dikenal dengan sebutan Deklarasi New York tersebut. Resolusi itu diajukan oleh Prancis bersama Arab Saudi, yang menekankan urgensi penyelesaian konflik melalui kerangka dua negara.
Resolusi PBB kali ini disahkan hanya beberapa jam setelah Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu menolak tegas ide pembentukan negara Palestina. Israel, bersama sejumlah sekutunya, menyatakan bahwa resolusi tersebut dianggap hanya akan menguntungkan Hamas.
Dalam isi resolusi, Majelis Umum PBB mengusulkan agar Otoritas Palestina (PA) memperoleh mandat penuh untuk memerintah serta mengendalikan wilayah Palestina. Sebuah komite transisi administratif juga diusulkan segera dibentuk setelah tercapai gencatan senjata di Gaza.
Lebih jauh, resolusi tersebut juga mengecam serangan Israel terhadap penduduk sipil dan infrastruktur di Gaza. Pengepungan, kelaparan, serta dampak kemanusiaan yang ditimbulkan turut disebut sebagai krisis serius yang membutuhkan perhatian dunia internasional.
Meski memperoleh dukungan mayoritas, tidak semua negara sepakat. Tercatat 10 negara menolak resolusi tersebut, sementara 12 negara lain memilih abstain. Amerika Serikat, sekutu utama Israel, termasuk dalam daftar penolak, disusul Papua Nugini yang merupakan negara tetangga Indonesia.
Berikut daftar 10 negara yang menolak pengakuan Palestina merdeka: Israel, Amerika Serikat, Argentina, Hungaria, Papua Nugini, Mikronesia, Paraguay, Palau, Tonga, dan Nauru.
Sementara itu, 12 negara yang memilih abstain meliputi Albania, Kamerun, Ceko, Ekuador, Ethiopia, Fiji, Guatemala, Samoa, Sudan Selatan, Kongo, Makedonia Utara, dan Moldova.
Resolusi tersebut menegaskan bahwa isu Palestina masih menjadi perhatian utama dunia internasional, sekaligus memperlihatkan adanya perbedaan sikap politik global dalam menyikapi upaya pembentukan negara Palestina yang berdaulat.[]
Putri Aulia Maharani