SLEMAN – Gunung Merapi kembali memperlihatkan tanda peningkatan aktivitas vulkanik pada Selasa (23/09/2025) pagi. Laporan dari Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kebencanaan Geologi (BPPTKG) mencatat sebanyak 16 kali guguran lava pijar mengarah ke barat daya dengan jarak luncur terjauh mencapai 2.000 meter selama periode pengamatan dini hari pukul 00.00–06.00 WIB.
Kepala BPPTKG, Agus Budi Santoso, menegaskan arah guguran lava terpantau menuju Kali Sat/Putih dan Kali Krasak. Kondisi ini membuat potensi bahaya semakin jelas, terutama berupa awan panas guguran. “Suplai magma ke permukaan masih berlangsung sehingga dapat memicu terjadinya awan panas guguran,” kata Agus.
Menurut catatan resmi BPPTKG, sektor selatan–barat daya saat ini berisiko terdampak paling besar. Potensi bahaya diperkirakan dapat mencapai Sungai Boyong hingga radius 5 kilometer, serta Sungai Bedog, Krasak, dan Bebeng sampai 7 kilometer dari puncak. Sementara itu, di sektor tenggara, aliran berpotensi mengarah ke Sungai Woro sejauh 3 kilometer dan Sungai Gendol hingga 5 kilometer.
Meski aktivitas Merapi meningkat, cuaca di sekitar gunung dilaporkan relatif cerah dengan suhu udara berkisar 16,1–20 derajat Celsius dan kelembapan 76%–77%. Asap kawah berwarna putih tipis dengan tekanan lemah terpantau setinggi 75 meter di atas puncak. Namun, catatan kegempaan menunjukkan intensitas aktivitas dalam tubuh gunung terus tinggi. Selama periode pemantauan, terdeteksi 20 kali gempa guguran, 18 kali gempa hybrid atau fase banyak, serta delapan kali gempa vulkanik dangkal.
Melihat perkembangan ini, BPPTKG kembali menegaskan imbauannya agar masyarakat tidak melakukan aktivitas di zona rawan bencana. Warga diminta menghindari potensi bahaya guguran lava, awan panas, lahar hujan, dan abu vulkanik. Selain itu, masyarakat diminta selalu mengikuti informasi resmi dari BPPTKG maupun BPBD setempat untuk mengantisipasi kemungkinan perubahan kondisi sewaktu-waktu.
Status Gunung Merapi yang berada di perbatasan Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta hingga kini tetap ditetapkan pada Level III atau Siaga. Kondisi tersebut menandakan bahwa aktivitas vulkanik masih tinggi dan berpotensi menimbulkan ancaman bagi permukiman maupun lahan yang berada di sekitar aliran sungai yang berhulu di puncak Merapi.
Dengan situasi ini, aparat desa di kawasan lereng Merapi juga diminta untuk meningkatkan kesiapsiagaan, memastikan jalur evakuasi aman, serta mengoordinasikan sistem peringatan dini bagi warga. Upaya mitigasi diyakini menjadi langkah penting guna meminimalisasi risiko bencana yang mungkin terjadi apabila aktivitas gunung terus meningkat. []
Diyan Febriana Citra.