TANGERANG SELATAN — Lonjakan kasus keracunan makanan dalam program Makan Bergizi Gratis (MBG) membuat seorang ayah, SR, mengingatkan anaknya di kelas 3 SD Negeri untuk selalu memperhatikan bau, warna, dan tekstur makanan sebelum memakannya. SR khawatir meski sekolah anaknya baru mulai menerima MBG sejak September 2025, dan rekanan katering telah diyakini aman oleh wali kelas.
Berdasarkan data Badan Gizi Nasional, sejak peluncuran MBG hingga 22 September 2025, tercatat 4.711 kasus keracunan, sementara pemantauan independen dari CISDI dan JPPI menunjukkan korban bisa mencapai 6.452 orang. Kasus paling banyak terjadi di Pulau Jawa, terutama Bandung Barat, Garut, dan Lebong, Bengkulu. Penyebab utama adalah kontaminasi bakteri seperti E. coli, Salmonella, dan Bacillus cereus, serta sanitasi dapur yang belum memenuhi standar.
MBG merupakan program unggulan Presiden Prabowo Subianto, dengan anggaran Rp 335 triliun dalam UU APBN 2026, bertujuan meningkatkan gizi anak-anak dan ibu hamil di seluruh Indonesia. Namun, pelaksanaannya dinilai terburu-buru karena banyak dapur MBG atau Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) baru yang belum siap operasional. Presiden Prabowo telah memerintahkan pengetatan SOP, pelatihan juru masak, dan penerapan rapid test makanan di setiap dapur.
SR menilai distribusi makanan dari dapur jauh ke sekolah berisiko basi atau terkontaminasi. Ia menyarankan agar makanan disiapkan langsung di kantin sekolah secara prasmanan agar lebih segar dan sesuai porsi anak. Selain itu, SR lebih memilih anaknya membawa bekal dari rumah agar kualitas dan kebersihan makanan terjamin.
Pesan SR mencerminkan kekhawatiran orang tua terhadap keamanan dan higienitas makanan dalam program MBG, terutama di tengah pelaksanaan skala besar yang menyasar ribuan sekolah di seluruh Indonesia.[]
Putri Aulia Maharani