YOGYAKARTA – Dua warga negara asing (WNA) asal Yordania berinisial MY dan AY mendapat tindakan tegas dari Kantor Imigrasi Kelas I TPI Yogyakarta setelah terbukti melanggar aturan keimigrasian. Keduanya tidak melaporkan perubahan alamat tempat tinggal serta menggunakan izin tinggal berbasis investasi yang belakangan diketahui fiktif.
Kepala Kantor Imigrasi Kelas I TPI Yogyakarta, Tedy Riyadi, menuturkan bahwa MY dan AY beberapa kali berpindah alamat tanpa melapor ke pihak imigrasi.
“Hasil penyelidikan terhadap kedua warga negara asing telah berpindah alamat tempat tinggal sebanyak dua kali tanpa melaporkan kepada pihak Imigrasi,” ujarnya dalam konferensi pers, Jumat (03/10/2025).
Perilaku tersebut dianggap melanggar Pasal 116 junto Pasal 71 huruf A Undang-Undang Keimigrasian, dan keduanya telah menjalani persidangan di Pengadilan Negeri Sleman. Amar putusan hakim menyatakan MY dijatuhi pidana denda Rp 5 juta atau kurungan 10 hari, sementara AY dikenai denda Rp 2,5 juta atau kurungan pengganti 5 hari.
Tidak hanya itu, salah satu dari mereka, yakni MY, juga dilaporkan ke kepolisian atas dugaan tindak pidana penipuan. Kasus tersebut menambah panjang daftar pelanggaran yang dilakukan selama berada di Indonesia.
Kepala Seksi Intelijen dan Penindakan Keimigrasian, Sefta Adrianus Tarigan, menjelaskan bahwa setelah menjalani putusan pengadilan, keduanya akan dikenai tindakan administratif berupa pendetensian dan deportasi.
“Segera setelah kedua terdakwa mengeksekusi putusan pidana dari Pengadilan Negeri, maka akan dilanjutkan dengan tindakan pendetensian. Setelah itu, dilakukan pendeportasian, lalu kita usulkan untuk masuk dalam daftar penangkalan,” ungkapnya.
Meski demikian, proses tersebut masih menunggu pemulihan kesehatan MY yang dilaporkan sedang sakit. Imigrasi menegaskan tetap mengedepankan prinsip kemanusiaan.
“Berhubung karena salah satu terdakwa pada hari ini masih dalam keadaan sakit, maka kami tetap harus mengedepankan prinsip kemanusiaan menunggu sampai kondisi kesehatan yang bersangkutan pulih,” ucap Sefta.
Dari penelusuran pihak imigrasi, diketahui keduanya awalnya datang ke Indonesia untuk menempuh pendidikan. MY dan AY sempat kuliah S1 di Semarang, kemudian melanjutkan program magister di Yogyakarta. Setelah menyelesaikan studi, mereka berupaya bertahan di Indonesia dengan mengajukan izin tinggal sebagai investor.
Dokumen izin tinggal menunjukkan MY mencantumkan nilai investasi Rp 49 miliar dan AY sebesar Rp 15 miliar. Namun, penyelidikan lebih lanjut membuktikan bahwa investasi tersebut tidak pernah direalisasikan.
“Nilai investasi yang tertera bisa kita katakan fiktif karena yang bersangkutan sama sekali belum melakukan investasi di Indonesia,” jelas Sefta.
Pihak imigrasi juga menemukan keduanya berpindah alamat hingga dua kali, diduga untuk menghindari laporan dugaan penipuan di Polresta Sleman. Walaupun demikian, Imigrasi menegaskan fokus utama tetap pada pelanggaran keimigrasian.
Kasus ini menjadi peringatan bahwa setiap WNA di Indonesia wajib mematuhi ketentuan hukum yang berlaku, termasuk kewajiban melaporkan perubahan alamat, status sipil, maupun aktivitas usaha. Pemerintah memastikan akan menindak tegas pelanggaran, sekaligus menutup celah praktik ilegal dengan dalih investasi fiktif. []
Diyan Febriana Citra.