BANDUNG — Sekretariat DPRD Jawa Barat tengah mempersiapkan langkah strategis menuju tata kelola birokrasi yang lebih efisien dan berkelanjutan. Salah satu upaya yang akan diuji mulai November 2025 adalah penerapan sistem kerja dari rumah (Work From Home/WFH) secara bergilir bagi para pegawainya.
Kebijakan ini, menurut Sekretaris DPRD Jawa Barat, Dodi Sukmayana, menjadi bagian dari uji coba efisiensi sebelum kebijakan penuh diterapkan pada tahun anggaran 2026. Sebanyak 133 pegawai akan mengikuti skema WFH dengan pembagian maksimal 50 persen bekerja dari rumah.
“November akan dicoba mengurang jumlah pegawai yang masuk dengan harapan terjadi efisiensi penggunaan listrik, air, dan internet,” ujar Dodi, Rabu (22/10/2025).
Langkah tersebut diambil sebagai bagian dari strategi penghematan biaya operasional gedung DPRD Jawa Barat, tanpa mengurangi produktivitas. Selain penerapan WFH, Dodi juga menjelaskan adanya kebijakan pembatasan personel dalam kegiatan fasilitasi DPRD, dengan rasio baru 5:1, yaitu satu staf mendampingi lima anggota DPRD.
“Dengan menggunakan rasio 5 anggota difasilitasi 1 orang saja, sehingga tujuannya biaya perjalanan dinas terjadi efisiensi,” kata Dodi.
Meski sistem kerja berubah, hak kepegawaian tetap dijamin sepenuhnya. “Pegawai maksimal 50 persen sisanya WFH. Mereka tetap, gajinya tetap dibayarkan,” tegasnya.
Tak berhenti pada pengaturan pola kerja, Sekretariat DPRD Jabar juga berkomitmen memperluas penerapan energi ramah lingkungan dan digitalisasi layanan. Dodi menyebut lembaganya akan memaksimalkan panel surya sebagai sumber listrik, menghentikan penggunaan internet berbayar untuk beralih ke jaringan yang disediakan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo), serta memanfaatkan air tanah guna mengurangi biaya utilitas.
Menurut Dodi, kebijakan tersebut akan dijalankan secara bertahap dan terukur agar tidak mengganggu kinerja kelembagaan maupun pelayanan publik.
“Uji coba efisiensi ini akan dilakukan bertahap agar pegawai terbiasa dengan sistem baru pada awal 2026, tanpa mengganggu kinerja kelembagaan,” ujarnya.
Ia menegaskan bahwa efisiensi bukan sekadar upaya pemangkasan biaya, melainkan dorongan untuk memperkuat budaya kerja yang inovatif.
“Efisiensi itu bukan alasan untuk menurunkan kualitas kerja. Justru jadi tantangan agar lebih kreatif dan hemat,” katanya menambahkan.
Langkah ini diharapkan dapat menjadi model efisiensi birokrasi daerah, sekaligus bentuk adaptasi terhadap perubahan zaman yang menuntut fleksibilitas, keberlanjutan, dan pemanfaatan teknologi dalam pelayanan publik. []
Diyan Febriana Citra.