SURABAYA – Di tengah derasnya tren fesyen berkelanjutan dan maraknya gaya hidup thrifting, kebijakan pemerintah yang melarang impor pakaian bekas menimbulkan perdebatan. Sebagian pihak khawatir aturan tersebut dapat mengekang kreativitas desainer muda, namun bagi sebagian lainnya, kebijakan ini justru menjadi peluang untuk memperkuat industri mode nasional.
Salah satu pandangan positif datang dari Dibya Adipranata Hody, dosen Desain Fashion dan Tekstil Petra Christian University Surabaya, Jawa Timur. Menurutnya, kebijakan larangan impor baju bekas merupakan langkah penting untuk melindungi pelaku usaha kecil dan menengah (UKM) di industri mode Tanah Air.
“Barang impor baju jadi sebenarnya yang dilarang. Tujuannya menjaga keberlanjutan di industri fashion Indonesia yang sebagian besar ada di level UKM,” ujar Dibya, Selasa (28/10/2025) sore.
Dibya menjelaskan, larangan tersebut bukanlah pembatasan terhadap kreativitas, melainkan bentuk perlindungan bagi jutaan pelaku UMKM yang selama ini menjadi tulang punggung industri mode lokal. Masuknya pakaian impor murah, baik sisa produksi maupun pakaian bekas dari luar negeri, selama ini membuat pengrajin lokal kehilangan daya saing.
“Pengaruhnya sangat terasa karena UKM bersaing langsung dengan baju impor murah. Menyebabkan keberlanjutan industri fashion kecil dan menengah terancam. Karena yang diimpor adalah sisa produksi dan atau baju bekas dari negara lain,” kata Dibya.
Kondisi itu membuat banyak perajin dan penjahit rumahan kesulitan mempertahankan usahanya. Padahal, bagi mereka, menjahit bukan hanya mata pencaharian, tetapi juga warisan keterampilan turun-temurun yang menopang kehidupan banyak keluarga di berbagai daerah.
Meski demikian, Dibya tidak menutup mata terhadap tren upcycling praktik mendaur ulang pakaian lama menjadi karya baru. Ia menilai, konsep tersebut tetap bisa dijalankan tanpa harus bergantung pada barang impor.
“Upcycling untuk karya desainer sangat baik sebenarnya, asal menggunakan baju bekas hasil produksi lokal. Menambah life cycle dari sebuah baju dengan menambah nilai tambah,” ujarnya.
Menurutnya, semangat keberlanjutan dalam fesyen justru dapat tumbuh lebih kuat bila digerakkan dari dalam negeri. Para desainer muda bisa memanfaatkan bahan lokal, kain tradisional, atau sisa produksi dalam negeri sebagai sumber inspirasi dan material utama.
Sementara itu, Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa menegaskan bahwa pemerintah sedang menyiapkan aturan baru untuk memperketat pengawasan terhadap impor pakaian bekas ilegal. “Langkah ini penting untuk memastikan agar industri lokal tidak mati terhimpit oleh banjir barang bekas dari luar negeri,” tegasnya.
Dibya menambahkan, keberhasilan menjaga keberlanjutan industri fesyen lokal tidak hanya bergantung pada kebijakan pemerintah, tetapi juga kesadaran masyarakat untuk lebih menghargai karya anak bangsa.
“Menjaga keberlanjutan industri fashion lokal berarti menjaga masa depan ribuan tangan kreatif di baliknya,” ujarnya. []
Diyan Febriana Citra.

