Baru Bebas, Aktivis dan Pendamping Hukum Ditangkap Lagi di Paser

Baru Bebas, Aktivis dan Pendamping Hukum Ditangkap Lagi di Paser

Bagikan:

PASER — Situasi hukum di Kabupaten Paser kembali mendapat sorotan setelah penangkapan seorang pendamping hukum dari PBH PERADI Balikpapan, Fathur Rahman, bersama kliennya, Misran Toni, pada Selasa (18/11/2025) malam. Keduanya ditangkap hanya belasan menit setelah meninggalkan Mapolres Paser, meski Misran Toni sebelumnya telah dinyatakan bebas berdasarkan putusan Pengadilan Negeri Tanah Grogot.

Misran Toni, seorang aktivis yang vokal menolak aktivitas tambang batubara di Muara Kate, telah menjalani penahanan selama 127 hari. Tim pendamping hukum yang terdiri dari Fathur Rahman, Windy Pranata dari JATAM Kaltim, serta Paradarma Rupang dari Koalisi Advokasi Lawan Kriminalisasi, menjemput Misran Toni di Polda Kaltim setelah proses administrasi selesai. Dari sana, rombongan menuju Polres Paser menggunakan mobil polisi dengan pendampingan resmi.

Namun, setibanya di Polres Paser, proses pembebasan tidak berjalan mulus. Sejumlah warga dari Muara Kate dan Batu Kajang yang menunggu kedatangan Misran Toni harus menyaksikan tarik-ulur antara tim pendamping hukum dan aparat setempat. Ketua PBH PERADI Balikpapan, Ardiansyah, menyatakan bahwa pihak kepolisian menolak pembebasan dengan alasan berkas perkara sudah masuk tahap dua.

“Polres Paser bersikeras tetap menahan MT dengan alasan berkas sudah Tahap 2, tanpa adanya surat perintah penahanan dari jaksa,” ujar Ardiansyah.

Setelah negosiasi panjang, pihak kepolisian akhirnya menyerahkan Surat Perintah Pengeluaran Tahanan. Sekitar pukul 21.28 WITA, Misran Toni dan Fathur keluar menggunakan mobil warga. Namun, kebebasan itu hanya bertahan sekitar 15 menit. Di dekat Polsek Tanah Grogot, rombongan mereka dihentikan oleh polisi. Sekitar 10 mobil aparat diduga terlibat dalam pengejaran tersebut.

Kesaksian warga dan rekaman video menggambarkan situasi dramatis. “Sejumlah kunci mobil warga diambil oleh pihak kepolisian sehingga mereka tidak bisa mengejar MT dan pendamping hukum yang dipiting di leher untuk dimasukkan ke mobil dan dibawa ke Polres,” kata Ardiansyah. Kontak dengan Fathur terputus hingga pukul 02.00 WITA ketika ia bisa dihubungi lagi melalui telepon polisi.

Ardiansyah menilai penangkapan tersebut merupakan titik eskalasi dari rangkaian konflik panjang yang terjadi sejak 2023. Ketegangan bermula ketika perusahaan tambang batubara menggunakan jalan umum sepanjang 126 km untuk mengangkut hasil tambang. Warga Batu Kajang yang terdampak berulang kali melakukan protes, mulai dari mediasi hingga blokade jalan, namun tanpa dukungan aparat penegak hukum. Selama aktivitas hauling berlangsung, beberapa insiden kecelakaan terjadi, merenggut nyawa dan menyebabkan korban luka, termasuk Ustad Teddy dan Pendeta Veronika.

Puncak konflik terjadi pada 15 November 2024 ketika posko perjuangan warga diserang kelompok tak dikenal. Rusel meninggal dan Ansouka luka parah. Dari peristiwa itu, Misran Toni kemudian dijadikan tersangka pembunuhan. Tim pendamping hukum menemukan banyak kejanggalan yang mengarah pada dugaan kriminalisasi.

Koalisi Masyarakat untuk Perjuangan Muara Kate telah mengajukan keberatan atas perpanjangan penahanan Misran. Namun, upaya hukum itu tidak membuahkan hasil. Penangkapan Fathur Rahman semakin memperkuat dugaan bahwa tekanan terhadap aktivis dan pendamping hukum masih berlangsung.

“Warga dan tim pendamping hukum lainnya berencana akan mengambil langkah hukum lebih lanjut untuk memperjuangkan pembebasan keduanya,” tutup Ardiansyah.

Upaya konfirmasi kepada Kapolres AKBP Novy Adi Wibowo masih belum membuahkan jawaban hingga berita ini diturunkan. []

Diyan Febriana Citra.

Bagikan:
Berita Daerah Hotnews Kasus