SAMARINDA – Dunia perbankan daerah di Kota Samarinda kembali diguncang isu serius. Polres Samarinda melalui Unit Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) resmi tengah menangani kasus dugaan korupsi di tubuh Perusahaan Daerah Bank Perkreditan Rakyat (BPR) Kota Samarinda, yang diduga melibatkan penyalahgunaan kewenangan dalam fasilitas kredit.
Dugaan praktik korupsi ini disebut berlangsung pada periode 2019–2020, dan melibatkan oknum internal bank yang diduga memanipulasi proses pemberian kredit demi keuntungan pribadi.
Kapolres Samarinda Kombes Pol Hendri Umar mengungkapkan bahwa penyimpangan tersebut berkaitan dengan prosedur pemberian kredit yang tidak sesuai aturan standar operasional. Modusnya diduga dilakukan dengan cara memproses fasilitas kredit fiktif menggunakan data dan agunan yang tidak valid.
“Yang terkait dengan penyalahgunaan wewenang dan jabatan dalam pemberian fasilitas kredit yang tidak sesuai dengan prosedur dan untuk mencari keuntungan pribadi, yang terjadi tepatnya kita perkirakan itu di tahun 2019 hingga tahun 2020,” ujarnya dalam konferensi pers, Rabu (03/12/2025) siang.
Ia menegaskan bahwa peristiwa tindak pidana tersebut terjadi di kantor utama BPR Kota Samarinda. “TKP-nya di kantor Perusda, BPR Kota Samarinda, yang berada di Jalan Pahlawan, Kelurahan Sempaja Utara, Kecamatan Samarinda Kota, Kota Samarinda,” katanya.
Dalam pengembangan penyidikan, dua tersangka telah diamankan. Keduanya diduga menyebabkan kerugian negara mencapai angka fantastis, Rp 4.683.553.134.
“Jadi tersangka yang kita amankan itu ada sebanyak dua orang, berinisial ASM dan saudara SM, total kerugian negara yang ditimbulkan oleh dua orang tersangka ini sebanyak 4.683.000.000, 553.134,” jelasnya.
Menurut Hendri, ASM yang menjabat sebagai Kepala Bagian Kredit diduga sebagai otak teknis yang memproses kredit fiktif, sementara SM menyediakan delapan calon debitur menggunakan satu objek jaminan.
“ASM yang bersangkutan menjabat sebagai Kabag Kredit di kantor BPR Kota Samarinda karena dugaannya telah memproses pembuatan kredit fiktif, dan SM menyediakan delapan calon nasabah maupun calon debitur dengan hanya memberikan satu objek jaminan,” ucapnya.
Kapolres menegaskan bahwa keduanya dijerat pasal berat terkait tindak pidana korupsi.
“Pasal yang dipersangkakan yaitu pasal 2, pasal 3, dan pasal 18, Undang-undang nomor 20 tahun 2021 dan di tahun 2001, tentang perubahan atas undang-undang nomor 31 tahun 1999, juncto pasal 55 ayat 1 KUHP, dan ancaman hukuman penjara minimal 4 tahun, maksimal 20 tahun, ditambah dengan denda minimal Rp200.000.000 dan paling banyak 1 miliar rupiah,” ungkapnya.
Sementara itu, Kasat Reskrim AKP Agus Setyawan menjelaskan secara rinci bentuk pelanggaran yang dilakukan ASM. “ASM ini ada tiga, yang pertama yaitu kredit fiktif dari pihak pemohon kredit maupun fiktif dari agunannya, menyalahgunakan pelunasan kredit yang diterimanya, dan melakukan pencairan deposito tanpa izin pemilik,” terangnya.
Agus menambahkan bahwa total 15 kredit fiktif telah dicairkan. “Jadi yang 15 kredit fiktif yang total pencairan 2.745.000.000, menyalurkan kredit dengan menggunakan fotokopi surat agunan milik debitur Bank BPR atas nama inisial JM,” paparnya.
Selain itu, terdapat dua kredit lain yang diproses dengan cara menambah nilai agunan secara manipulatif. “Menyalurkan dua kredit masing-masing dalam berkas kredit ditambahkan satu agunan fiktif, atau menambah nilai appraisal, sebesar Rp 370.000.000,” pungkasnya.
Kasus ini kini menjadi sorotan publik dan menjadi peringatan keras bagi seluruh institusi pengelola dana masyarakat agar menjaga integritas dan transparansi. []
Penulis: Yus Rizal Zulfikar | Penyunting: Agnes Wiguna

