IDI Samarinda Respons Laporan Dugaan Pelanggaran Etik Sesuai Kewenangan

IDI Samarinda Respons Laporan Dugaan Pelanggaran Etik Sesuai Kewenangan

Bagikan:

SAMARINDA – Mencuatnya kembali dugaan pelanggaran kode etik dokter di Kota Samarinda kembali menyita perhatian publik. Isu tersebut menjadi sorotan seiring maraknya pemberitaan di media nasional dan daerah yang menekankan pentingnya profesionalisme, transparansi, serta mekanisme penegakan etik dalam praktik kedokteran.

Menanggapi hal tersebut, Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Cabang Samarinda memastikan telah menjalankan seluruh tahapan penanganan sesuai kewenangan organisasi setelah menerima laporan resmi dari pihak yang merasa dirugikan. Ketua IDI Cabang Samarinda, dr Andriansyah, menyatakan bahwa setiap dugaan pelanggaran etik dokter ditangani melalui mekanisme yang telah diatur dalam organisasi profesi.

“Lapor ke kami IDI Cabang Samarinda, dan sesuai kewenangan yang kami miliki, kami merespons kecurigaan adanya pelanggaran etika oleh teman sejawat di Samarinda,” ujarnya Andriansyah, Senin (22/12/2025), di Universitas Mulawarman.

Ia menjelaskan, proses penanganan kasus tersebut telah dimulai sejak pertengahan tahun 2025 dengan mengedepankan prinsip kehati-hatian dan objektivitas. Pengumpulan data dilakukan secara bertahap dari berbagai pihak yang berkaitan langsung dengan perkara tersebut.

“Sejak sekitar bulan Juni kami mulai mengumpulkan seluruh data dari pasien dan suaminya, pengacara, hingga memanggil dokter yang diduga melakukan pelanggaran etika,” katanya.

Menurut Andriansyah, klarifikasi juga dilakukan dengan melibatkan tenaga medis lain dan institusi pelayanan kesehatan yang memiliki keterkaitan dengan peristiwa yang dilaporkan. Langkah ini ditempuh untuk memastikan informasi yang diperoleh bersifat menyeluruh dan tidak sepihak.

“Kami memanggil dokter umum yang bertugas saat itu, dokter spesialis bedah di RS Moeis, perwakilan perkumpulan bedah, serta dinas kesehatan agar penanganan tetap profesional,” kata dia.

Namun demikian, ia mengakui terdapat keterbatasan dalam proses klarifikasi karena rumah sakit tempat kejadian perkara diketahui sudah tidak lagi beroperasi.

“Manajemen rumah sakit tersebut sudah tutup sehingga tidak bisa kami panggil, namun kami tetap meminta keterangan dari dokter yang langsung melayani pasien,” katanya.

Sebagai bagian dari upaya penyelesaian etik, IDI Cabang Samarinda juga memfasilitasi proses mediasi antara pihak-pihak yang bersengketa. Mediasi ini dimaksudkan untuk membuka ruang dialog dan memperjelas duduk perkara secara terbuka.

“Dalam perjalanan proses ini kami juga melakukan mediasi antara pihak advokat, pasien, dan teman sejawat kami,” kata Andriansyah.

Ia menegaskan, dalam forum mediasi tersebut IDI menyampaikan prinsip profesionalisme dan objektivitas kepada seluruh pihak yang terlibat.

“Kami sampaikan dengan kata yang jelas bahwa pengumpulan data dilakukan seobjektif dan seprofesional mungkin agar semua pihak memahami prosesnya,” ujarnya.

Meski demikian, hasil mediasi belum mencapai kesepakatan bersama. Kendati demikian, Andriansyah menilai proses tersebut telah memberikan gambaran awal terkait persoalan yang dihadapi.

“Sebenarnya saat itu sudah ada titik terang, tetapi dalam mediasi memang tidak tercapai kata kesepakatan,” kata Andriansyah.

Karena tidak tercapai kesepakatan, proses penanganan dugaan pelanggaran etik dilanjutkan melalui Majelis Kehormatan Etik Kedokteran (MKEK) sebagai lembaga yang memiliki kewenangan khusus dalam persidangan etik.

“Proses di MKEK tetap berjalan dan sebagai Ketua IDI saya tidak bisa melakukan intervensi apa pun,” katanya.

Ia menegaskan, MKEK merupakan lembaga independen yang bekerja secara profesional dan tidak dapat dipengaruhi oleh kepentingan apa pun.

“MKEK itu ibarat lembaga yudikatif yang independen sehingga saya tidak ikut campur dalam proses persidangan mereka demi menjamin profesionalitas,” tegasnya.

Andriansyah juga memastikan dirinya menjaga jarak dari proses pengambilan keputusan etik.

“Dalam seluruh proses ini saya sama sekali tidak melakukan intervensi agar penanganannya benar-benar objektif dan profesional,” tegasnya.

Sementara itu, Ketua MKEK IDI Cabang Samarinda, dr Andi, menjelaskan bahwa setelah melalui rangkaian pemeriksaan dan diskusi internal, pihaknya telah menetapkan hasil sidang etik.

“Kami melakukan diskusi MKEK dan mengeluarkan surat keputusan hasil sidang MKEK pada tanggal 2 September 2025,” kata dr Andi.

Ia menegaskan bahwa sesuai ketentuan organisasi, putusan MKEK pada prinsipnya bersifat tertutup dan diperuntukkan bagi kepentingan internal.

“Di pasal 28 disebutkan bahwa putusan majelis pemeriksa bersifat tertutup dan hanya untuk internal MKEK,” katanya.

Namun demikian, ia menjelaskan bahwa dalam kondisi tertentu, keputusan etik dapat disampaikan kepada publik.

“Pada pasal 28 ayat 7 disebutkan putusan dapat terbuka kepada publik atau pers jika terkait hoaks atau pelanggaran etik berat yang berujung sanksi,” kata dr Andi.

Ia menambahkan, hasil putusan tersebut akan disampaikan kepada pihak-pihak terkait sesuai mekanisme organisasi.

“Keputusan itu akan dikirim ke MKEK pusat, Ketua IDI cabang, perhimpunan dokter spesialis, dan dokter terlapor,” katanya.

Terkait kemungkinan adanya ketidakpuasan terhadap hasil putusan, dr Andi menegaskan bahwa MKEK menyediakan jalur banding sebagai bagian dari prinsip keadilan etik.

“Jika pelapor atau terlapor tidak menerima keputusan, itu wajar dan ada mekanisme banding ke MKEK wilayah hingga ke MKEK pusat,” katanya.

Lebih lanjut, Andriansyah menjelaskan mekanisme keterlibatan MKEK dalam konteks proses hukum apabila pengadilan membutuhkan keterangan terkait dugaan pelanggaran kode etik dokter.

“Jika ada proses hukum dan pengadilan membutuhkan informasi dari MKEK, maka harus ada permintaan resmi atau perintah pengadilan, permintaan itu tidak langsung ke MKEK cabang, tetapi bersurat ke IDI pusat,” kata Andriansyah.

Ia menegaskan bahwa prosedur tersebut bukan dimaksudkan untuk menghambat proses hukum, melainkan untuk menjaga akuntabilitas dan kepatuhan terhadap aturan.

“Bukan berarti kami menghalangi proses hukum, justru ini untuk memastikan keterbukaan dilakukan secara sah, proporsional, dan tidak melanggar aturan organisasi maupun undang-undang,” katanya.

Menutup keterangannya, dr Andriansyah menyatakan bahwa IDI Cabang Samarinda menghormati seluruh pihak yang terlibat dan terbuka terhadap kritik publik.

“Kami menghormati semua pihak, kritik dan masukan menjadi bahan evaluasi agar ke depan proses penanganan etik bisa semakin baik,” pungkasnya. []

Penulis: Yus Rizal Zulfikar | Penyunting: Agnes Wiguna

Bagikan:
Berita Daerah