Korban Ruko Maut Tak Punya Duit UNtuk Berobat

Korban Ruko Maut Tak Punya Duit UNtuk Berobat

IBARAT pepatah, sudah jatuh tertimpa tangga. Demikian nasib yang menimpa buruh bangunan, korban runtuhan ruko Cendrawasih Permai, Jalan A Yani, RT 17, Kelurahan Temindung Permai, Kecamatan Sungai Pinang, yang saat ini dirawat di RSUD AW Sjahranie.
Tak lagi ada uang di kantong. Demikian dikatakan Sarto (28), warga asal Trenggalek, salah satu buruh yang mengalami luka pada bagian hidung akibat terbentur tembok saat berupaya lari, menyelamatkan diri ketika tempatnya mencari nafkah selama dua bulan runtuh.
“Saya mau ke bedeng (tempat tinggal pekerja). Waktu baru mau keluar dari bangunan ruko, tiba-tiba saya dengar suara gemuruh keras. Saya langsung saja lari, makanya sampai nabrak tembok ruko di sebelah,” kata Sarto.
Kepanikan juga dialami Sugeng alias Jainuddin (31), warga asal Ponorogo, yang mengalami luka pada punggung belakang dan lecet di dahi.
“Saat bangunan runtuh, saya lagi duduk di lantai dasar. Tapi tidak di dalam. Yang di dalam Pak Jumariyanto. Begitu runtuh saya sempat mau lari, tapi keburu kejepit,” ucap Sugeng.
Meski tertimpa reruntuhan, namun Sugeng masih beruntung karena dari korban-korban lainnya. Ia tergolong cepat diselamatkan.
“Saya diselamatkan sebelum Pak Jumariyanto. Setelah itu baru bapak mandor (Jumariyanto, Red) yang keluar sendiri dari bangunan yang runtuh,” ujar Sugeng.
Dengan tubuh yang terasa sakit, Sugeng dan Jumariyanto dibopong beberapa buruh lainnya, termasuk Sarto.
“Begitu kami jalan keluar menuju jalan besar, banyak orang berlari masuk dan menyuruh kami dibawa ke rumah sakit. Begitu di luar, kami langsung disuruh naik ke mobil pikap dan di bawa ke sini (RSUD AW Sjahranie, Red),” kata Sarto.
Masalah baru pun menjadi beban pikiran Sarto, Sugeng dan sejumlah buruh lainnya seperti Suwito (19) dan Alam Mustofa (19), keduannya warga Trenggalek, yang ikut mengantarkan rekannya ke rumah sakit.
Mereka yang sudah tidak mempunyai pegangan uang, kebingungan membayar biaya pengobatan lantaran selama dua hingga empat bulan bekerja mereka tak pernah tahu, apakah mereka terdaftar dan dilindungi dengan asuransi atau tidak.
“Kalau kami sakit, cuma dibawa ke Puskesmas. Kalau asuransi kami pernah tahu. Kami ini sudah gak ada lagi uang, karena itu dari tadi kami bingung mau bayarnya pakai apa, sementara mandor dan yang punya ruko juga tak ada datang. Mau makan saja kami bingung, gak ada uang sama sekali,” tutur Sarto.
Kekhawatiran para buruh yang menjadi korban, tak membuat tim medis RSUD AW Sjahranie berhenti untuk melayani. “Saat ini kami tidak memikirkan apalagi menanyakan masalah biaya. Yang penting adalah pelayanan dan membantu mengobati luka yang dialami para korban,” kata Wakil Direktur Pelayanan RSUD AW Sjahranie Ardiansyah, yang turut mengawasi pelayanan dan penindakan korban reruntuhan ruko di ruang Instalasi Gawat Darurat (IGD) rumah sakit.
Ditambahkan Ardiansyah, mengenai biaya pengobatan nantinya akan dibicarakan dengan Dinas Kesehatan Kota (DKK) Samarinda.
“Karena ini bencana, dan korbannya orang-orang dari luar daerah maka kami harus koordinasi dengan Pemprov dan Pemkot. Namun demikian, untuk sementara yang kami utamakan adalah kemanusiaannya,” Kata Ardiansyah.
Sementara itu, Kepala DKK Samarinda Drg. Nina Endang Rahayu yang menemani Ardiansyah menyatakan, akan berkoordinasi dengan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kota Samarinda.
“Ada dana tanggap bencana. Mungkin itu bisa digunakan, namun kami harus tetap berkoordinasi dulu,” pungkasnya. [] RedFj/SP

Kasus