DPRD KALTIM– Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim) telah mengesahkan Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) menjadi Peraturan Daerah (Perda) Nomor 2 Tahun 2016 tentang Pengarusutamaan Gender (PUG) Dalam Pembangunan Daerah.
Persetujuan DPRD Kaltim terhadap Ranperda inisiatif Pemprov Kaltim tentang perubahan atas Perda Nomor 2 Tahun 2016 Tentang PUG Dalam Pembangunan Daerah menjadi Perda itu dilaksanakan dalam Rapat Paripurna ke-40 DPRD Kaltim yang digelar di Gedung Utama Kantor DPRD Kaltim, Jalan Teuku Umar, Samarinda, Rabu (8/11/2023).
Anggota Komisi IV DPRD Kaltim Fitri Maisyaroh ditemui usai mengikuti Rapat Paripurna mengatakan, setelah disahkan Perda PUG harus segera disosialisasikan ke seluruh Organisasi Perangkat Daerah (OPD) di lingkungan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Kaltim. “Perda PUG ini terkait dengan mendorong perubahan sosial dalam proses pembangunan,” ujar Fitri Maisyaroh.
Menurut Fitri, PUG itu bukan sekadar pengarusutamaan perempuan, tapi bagaimana menempatkan kebutuhan perempuan dan laki-laki pada tempatnya, termasuk juga bicara tentang disabilitas. Dijelaskan politisi PKS itu, PUG merupakan strategi untuk memasukkan perspektif gender ke dalam semua kebijakan, program, dan kegiatan pembangunan. PUG kata dia lagi, bukan hanya tentang menambah jumlah perempuan dalam berbagai sektor, tetapi juga tentang mengubah struktur dan budaya yang mempertahankan ketidakadilan gender.
“PUG penting karena gender adalah salah satu faktor yang mempengaruhi akses, partisipasi, kontribusi, dan manfaat dari pembangunan. Tanpa memperhatikan gender, pembangunan tidak akan efektif, efisien, dan berkeadilan,” papar legislator asal daerah pemilihan (dapil) Balikpapan tersebut.
Ia menyebutkan PUG juga harus diperhatikan dalam penganggaran dan seterusnya. Harus ada prasyarat untuk OPD-OPD lain agar memastikan anggaran yang ada itu memperhatikan persoalan PUG. “Misalnya, bagaimana kita memastikan di perangkat daerah atau kantor mereka sudah mengakomodir kebutuhan disabilitas, bisa mereka akses tanpa terhalang. Itu juga PUG sebetulnya,” katanya.
Fitri Maisyaroh berharap, dengan perubahan Perda PUG ini, setiap pihak bisa memahami esensi dari PUG itu sendiri. Ia mencontohkan, jika sebuah program kesehatan tidak mempertimbangkan kebutuhan khusus perempuan, seperti kesehatan reproduksi, maka program tersebut tidak akan mencapai sasaran dan tujuannya.
Fitri menandaskan, pengarusutamaan gender sebagai tanggung jawab bersama dari semua pihak yang terlibat dalam pembangunan. Dengan pengarusutamaan gender, diharapkan pembangunan dapat memberikan manfaat yang merata dan adil bagi semua orang, tanpa membedakan gender. “Jangan sempitkan PUG hanya berurusan dengan perempuan, walaupun memang selama ini cenderung ke sana. Tapi dengan sosialisasi ini kita harapkan ada pemahaman yang lebih luas dan lebih baik,” tuturnya. []
Penulis: Riyan
Penyunting: Dita Allia Meidira