DPRD KALTIM– Kasus tutup menutupi terjadinya kecelakaan kerja, bahkan yang menimbulkan korban jiwa, ditengarai menjadi praktik culas agar perusahaan tetap meraih predikat zero accident. Menurut Salehuddin, anggota Komisi IV Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim), hal itu telah menjadi fenomena gunung es.
Saat diwawancara pewarta di sela-sela kegiatan Sosialisasi Wawasan Kebangsaan di Desa Senoni, Kecamatan Sebulu, Kabupaten Kutai Kartanegara, Kamis, (09/11/2023), Salehuddin menyebut, ketidaktransparanan perusahaan atas kejadian kecelakaan kerja, berkaitan predikat keselamatan kerja.
“Hal ini juga tampaknya seperti fenomena gunung es, karena masih banyak perusahaan yang menutupi adanya kasus pekerja yang berkaitan dengan keselamatan kerja,” kata Salehuddin.
Anggota Fraksi Golongan Karya (Golkar) dari daerah pemilihan Kabupaten Kutai Kartanegara ini menyebut bahwa predikat zero accident dapat diraih perusahaan jika nihil kecelakaan kerja, sehingga bisa menjadi alasan timbulnya praktik menutup-nutupi setiap kejadian kecelakaan kerja. ”Kalau benar hal tersebut terjadi, menjadi sesuatu yang sangat disayangkan ya,” kata Salehuddin.
Dugaan tersebut muncul akibat lambatnya informasi yang disampaikan kepada Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Kaltim saat terjadi kasus kecelakaan kerja kategori fatality atau yang menimbulkan kematian di sebuah perusahaan pertambangan yang berlokasi di Kabupaten Kutai Kartanegara. Salehuddin menjelaskan, hal ini harus menjadi perhatian pemerintah daerah agar pengawasannya diperketat.
Salehuddin berharap, proses pendampingan yang dilakukan pemerintah daerah dapat terus ditingkatkan dengan melibatkan asosiasi pekerja dalam melindungi para buruh yang ada di lokasi kerja. Sehingga dapat meminimalkan kasus kecelakaan kerja. ”Selain itu kita juga berharap adanya arus transparansi laporan dari setiap perusahaan yang berkaitan dengan keselamatan kerja yang menjadi sangat penting untuk dijaga,” ucapnya.
Angota dewan kelahiran Liang, 30 Agustus 1978 ini menegaskan, adanya dugaan keterlambatan laporan terhadap suatu kejadian sehingga jika ada kecelakaan kerja dapat ditutupi untuk meraih predikat nihil kecelakaan kerja di sebuah perusahaan. ”Saya harap ini menjadi pembelajaran bersama bagaimana hubungan komunikasi antara perusahaan, pengawas, dan pemerintah untuk dapat terjalin dengan baik, sehingga tidak ada lagi bahasa miskomunikasi yang menjadi alasan keterlambatan laporan,” ujarnya. []
Penulis: Riyan
Penyunting: Dita Allia Meidira